Rabu, 23 Mei 2012

TIME VALUE OF MONEY Vs ECONOMIC VALUE OF TIME

                                                        Latar Belakang

Teori keuangan konvensional mendasarkan argumennya dengan konsep time value of money. Dalam kesempatan ini, kita akan membantah validasi konsep time value of money tersebut dengan mengajukan konsep yang lebih tepat, yang dinamakan dengan economic value of time. Melalui konsep ini, kita akan memberikan argumentasi ekonomi atas pelarangan riba dalam islam. Karena islam tidak mengenal konsep TIME VALUE OF MONEY  yang artinya nilai uang untuk masa yang akan datang. Islam hanya mengenal ECONOMIC VALUE OF TIME yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Hal ini menjelaskan mengapa islam membolehkah deferred paymen pada barang dagangan harga barang kridit lebih tinggi dari pada pada pembelian tunai. Bukanlah semata mata karena uang, akan tetapi lebih kepada waktu yang telah dialokasikan,menagih pembayaran menimbulkan biaya tersendiri.

A.    Pengertian Time Value of Money
Time value of money adalah sebuah konsep nilai uang yang dimiliki lebih berharga dibandingkan nilai uang masa yang akan datang. Uang yang dipegang saat ini lebih bernilai karena dapat berinvestasi dan bisa mendapatkan bunga, atau nilai uang yang berubah (cenderung menurun) dengan berjalannya waktu. Sejumlah uang yang diterima oleh investor untuk penggunaanya diluar modal awal itu dinamakan bunga (interest), sedangkan modal awal yang diinvestasikan sering disebut principal. Konsep ini dikembangkan oleh Von Bhom-Bawerk dalam capital in interest dan positive theory of capital memang memang menyebutkan bahwa positive time preference merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional. Diskonto dalam positive time preference ini biasanya didasarkan pada tingkat suku bunga.
Konsep utama TVM adalah bahwa nilai penerimaan pembayaran dimasa depan dapat konversi kenilai setara hari ini. Sebaliknya, kita dapat menentukan nilai uang yang akan tumbuh dimasa depan. Dapat dihitung kelima jika diberi empat dari: suku bunga, jumlah periode, dan pembayaran, present value, dan future value.
B.    Konsep Economic Value of Time
Teori economic value of time berkembang pada abad ke-7 masehi. Pada masa saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan, sehingga hubungan debetur/kreditur yang muncul bukan kerena akibat transaksi secara lansung, namun jelas merupakan transaksi “permintaan uang”.
Dalam pandangan islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalm sehari, 7 hari dalm seminggu. Nilai waktu antara satu orang dengan orang yang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi, faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang itu bisa memanfaatkan waktu itu sendiri.
Dalam ekonomi islam, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan harga bai’ mu’ajjal (membayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dibenarkan karena:
1.    Jual beli dan sewa menyewa adalah sektor rii yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis)
2.    Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajiban (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
Ajaran islam medorong pemeluknya untuk selalu mengenvestasikan tabungannya. Di samping itu, dalam melakukan investasi tidak menuntut secara pasti akan hasil yang akan datang. Hasil investsi dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi beberapa  faktor, baik faktor yang dapat diprediksikan maupun tidak. Faktor faktor yang dapat dipredikskan atau dihitung sebelumnya adalah: berapa banyak modal, berapa nisbah yang disepakati, berapa kali modal dapat diputar. Sementara faktor efeknya tidak dapat dihitung secara pasti atau sesuai dengan kejadian adalah return (perolehan usaha).
Berdasarkan hal di atas, maka dalam mekanisme investasi menurut islam, persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan dalam bentuk bunga adalah tidak diterima (ditolak). Dengan demikian, perlu dipikirkan bagaimana formula pengganti yang seiring dengan nilai dan jiwa islam. Hubungan formula tersebut dapat ditemukan formula investasi menurut pandangan islam sebagai berikut:


Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS. At Taubah ayat : 34 ).
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Luqman ayat : 34)

Dari ayat di atas, sungguh sangat jelas bahwa kita tidak akan mengetahui apa apa yang akan terjadi dihari esok. Oleh sebab itu, konsep time value of money di tolak dalam ekonomi islam.
 Hal ini juga di pertegas dalam sebuah hadis yang berbunyi : Rasulullah Saw bersabda. Waktu itu seperti pedang, jika kita tidak bisa menggunakan dengan baik, maka ia akan memotong kita.
Menurut Sayyid Qutb Waktu itu hidup. Namun, penghargaan islam terhadap waktu itu tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap.

C.    Kritikan Ekonomi Islam Terhadap Time Value Of Money

Sebagian besar teori tentang manajemen keuangan dibangun berdasarkan konsep nilai dan waktu dari uang yang mengasumsikan bahwa nilai uang sekarang relatif lebih besar ketimbang dimasa yang akan datang. Sedangkan di sisi lain, tidak didapati penjelasannya dalam fiqh dan mu’amlah meskipun perdebatan tentang jual beli tangguh (ba’i mu’ajjal) termasuk diskusi yang tidak sedikit diantara para ulama. Namun, di dalam islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang di cari adalah keuntungan dunia dsn akhirat. Oleh sebab itu, pemanfaatan waktu itu bukan saja harus efektif efisien , namun ia juga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan membawa keuntungan di akhirat, sebaliknya, iman yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia berarti ada hal hal yang belum di amalkan.
Dalam ekonomi konvensional time value of money di definisikan sebagai. “a dollar today worth more than a dollar in the future because a dollar today be invested to get a return .( satu dolar hari ini lebih berharga dari satu dolar di masa mendatang karena satu dolar hari ini dapat diinvestasikan untuk mendapatkan kembali.)
Definisi ini tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapat positive, negative atau no return. Itu sebabnya dalam  teori finance, selalu dikenal risk retunt relationship.
Bagi ekonomi konvensional ada 2 hal yang menjadi alasan intuisi mereka akan konsep time value of money:
a.    Presence of inflation
Katakanlah tingkat suku bunga inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli es potong hari ini dengan membayar sejumlah Rp. 10.000,_. Namun  bila ia membelinya tahun depan, dengan jumlah uang yang sama yaitu Rp. 10.000,_ ia hanya dapat membeli sembilan es potong.  Oleh karena itu ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat inflasi.
b.    Preference present consumption to future consumption
Bagi umunya individu, present lebih disukai dari pada future consumption. Katakanlah tidak ada tingkat inflasi, sehingga dengan uang Rp. 10.000,_ seseorang tetap bisa membeli sepuluh buah es potong saat ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi  sepuluh buah es potong saat ini lebih disukai daripada mengkonsumsi sepuluh buah es potong tahun depan. Dengan argumentasi ini, meskipun suatu perekonomian tingkat inflasinya tidak ada, seseorang lebih menyukai Rp. 10.000,_ saat ini dan mengkonsumsi saat ini juga. Oleh karena itu untuk menunda konsumsi, ia meminta kompensasi.
Argumen yang pertama tidak dapat di terima karena tidak lengkap kondisinya. Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi  dan deflasi.  Bila keadaan inflasi menjadi alasan adanya time value of money, seharusnya keberadaan deflasi menjadi alasan adanya negative time value of money. Katakanlah tingkat deflasi 10 & per tahun. Seseorang dapat membeli 10 buah es potong saat ini dengan jumlah Rp. 10.000,_. Namun bila ia membelinya tahun depan dengan jumlah uang yang sama yaitu Rp. 10.000,_, ia dapat membeli sebelas buah es potong.  Oleh karena itu, ia akan memberi kompensasi untuk naiknya daya beli uangnya akibat deflasi . Inikah yang berlaku? Ternyata tidak. Hanya satu kondisi saja yang diakomodir oleh konsep time value of money, yaitu kondisi inflasi. Sedangkan kondisi deflasi diabaikan.
Untuk argumen yang yang kedua akan di jelaskan di bawah ini:
Ketidak pastian Laba
Sebenarnya dalam ekonomi konvensional, penerapan time value of mone tidak senaif yang dibayangkan, misalnya dengan mengabaikan ketidak pastian return yang akan diterima. Bila unsur ketidakpastian return ini dimasukkan, ekonomi konvensioanal menyebut kompensasinya sebagai discound rate. Jadi, istilah discound rate lebih bersifat umum dibandingkan istilah interest rate .

Certainty of Return: Kepastian akan Keuntungan    Uncertainty of Return: Ketidakpastian dari Keuntungan.
Disebut interest rate: suku bunga    Disebut discound rate: tingkat diskonto
Real interest rate ditentukan oleh preferensi current consumption (Tingkat bunga riil ditentukan oleh preferensi konsumsi saat ini)  
Nominal interest rarte = real interest rate+expected inflation (tingkat bunga riil, inflasi yang diharapkan)  
    Discound rate= real interest rate+ expected inflation + premium for uncertainty: tingkat bunga riil diperkirakan inflasi, premium bagi ketidakpastian

Jadi, dalam ekonomi konvensional ketidakpastian return dikonversi menjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainty. Dalam setiap investasi tertentu selalu ada probabiliti untuk mendapatkan positif return, negatif return, dan no return. Adanya probabiliti inilah yang menimbulkan uncertainty (ketidakpastian) dengan sesuatu yang pasti, yaitu premium for uncertainty.

Katakanlah probabiliti positive return dan negative return masing masing sebesar 0,4; sedangkan probabiliti no return sebesar 0,2. Yang dilakukan dalam perhitungan discound rate adalah mempertukarkan probabiliti negative return (0,4) dan probabiliti no return (0,2) ini dengan premium for uncertainty, sehingga yang tersisa tinggal probabiliti untuk positive return (1,0).

keadaan    Natural Uncertainty
(Probability)    Discound Rate
(Probability)
Positive Return
No Return
Negative Return    0,4
0,2
0,4    1,0
0,0
0,0

Keadaan inilah yang ditolak dalam ekonomi islam syari’ah, yaitu keadaan al ghunmu bi la ghurmi (gaining return without responsible for any risk) dan al kharaj bi la dhaman (gaining income without responsible for any expense). Sebenarnya keadaan ini juga ditolak oleh teori finance, yaitu dengan menjelaskan adanya hubungan antara risk dan return.
Dalam ekonomi syariah, penggunaan sejenis discound rate dalam menentukan harga mu’ajjal (bayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dapat dibenarkan:
1.    Jual beli dan sewa menyewa adalah transaksi yang termasuk dalam sektro riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis).
2.    Tertahannya hak sipenjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain
Discound rate dapat pula digunakan dalam menentukan nisbah bagi hasil. Dalam hal ini, nisbah dikalikan dengan actual return, bukan dengan expected return. Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa, karena dalam transaksi bagi hasil hubungannya bukan antara penjual dan pembeli, atau penyewa dan yang menyewakan. Yang ada adalah hubungan antara pemodal dan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi, tidak ada pihak yang telah melaksanakan kewajibannya, tapi masih tertahan haknya. Sipemodal telah melaksanakan kewajibannya, yaitu memberikan sejumlah modal, yang memprodukifkan modal juga telah melaksankan kewajibannya, yaitu memproduktifkan modal tersebut. Hak bagi mereka berdua akan timbul ketika usaha memproduktifkan modal tersebut telah menghasilkan pendapatan atau keuntungan tersebut. Sesuai dengan kesepakantan awal, apakah bagi hasil itu itu akan dilakukan berdasarkan pendapatan (ravanue sharing) atau berdasarkan keuntungan. (profit sharing)

Certainty in Return     Uncertainty in Return
conventional    Islamic     conventional    islamic
Interest rate ditentukan oleh:
1.    Preferensi current consumption
2.    Expected inflation    Keuntungan dalam jual beli/sewa secara tangguh bayar ditentukan oleh:
1.    Tingkat keuntungan setiap kali transaksi
2.    Frekuansi transaksi dalam satu periode    Discound rate ditentukan oleh:
1.     Preferensi   current consumption
2.    Expected inflation
3.    Premium for uncertainty
Dengan kata lain, actual return dipaksakan harus sama denga expected returnnya.    Discound rate ditentukan atas dasar ekspektasi keuntungan, dan digunakan untuk menentukan nisbah bagi hasil. Bagi hasil yang harus dibayar adalah nisbah bagi hasil yang dikalikan dengan actual returnnya. Dengan kata lain actual returnya tidak harus sama dengan expected returnnya.


D.     PERBEDAAN TIME VALUE OF MONEY dan ECONOMIC VALUE OF TIME

Disini kita lebih mengambil dari perbedaan secara umum, maksudnya tidak hanya perbedaan pada time value of money dan economic value of time.  Akan tetapi pada penerapan ekonomi islam dan ekonomi konvensionalnya. Ada beberapa perbedaan dalam time value of money dan economic value of time yaitu:
1.    Rasionaliti ekonomi konvensional adalah rational economice man adalah tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dalam pembelanjaan dan unsur waktu adalah terbatas hanya di dunia saja tanpa mengambilkira hari akhirat. Sedangkan dalam ekonomi Islam jenis manusia yang hendak dibentuk adalah Islamic man (‘Ibadurrahman), (QS 25:63). Islamic man dianggap perilakunya rasional jika konsisten dengan prinsip-prinsip Islam yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang seimbang. Tauhidnya mendorong untuk yakin, Allah-lah yang berhak membuat rules untuk mengantarkan kesuksesan hidup. Ekonomi Islam menawarkan konsep rasionaliti secara lebih menyeluruh tentang tingkah laku agen-agen ekonomi yang berlandaskan etika ke arah mencapai al-falah, bukan kesuksesan di dunia malah yang lebih penting lagi ialah kesuksesan di akhirat.
2.    Tujuan utama ekonomi Islam adalah mencapai falah di dunia dan akhirat, sedangkan ekonomi konvensional semata-mata kesejahteraan duniawi.
3.    Sumber utama ekonomi Islam adalah Al-Quran dan Al-Sunnah atau ajaran Islam. Berbeda dengan ekonomi konvensional yang berdasarkan pada hal-hal yang bersifat positivistik.
4.    Islam lebih menekankan pada konsep need daripada want dalam menuju maslahah, karena need lebih bisa diukur daripada want. Menurut Islam, manusia mesti mengendalikan dan mengarahkan want dan need sehingga dapat membawa manfaat dan bukan madarat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
5.    Orientasi dari keseimbangan konsumen dan produsen dalam ekonomi konvensional adalah untuk semata-mata mengutamakan keuntungan. Semua tindakan ekonominya diarahkan untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Jika tidak demikian justru dianggap tidak rasional. Lain halnya dengan ekonomi Islam yang tidak hanya ingin mencapai keuntungan ekonomi akan tetapi juga mengharapkan keuntungan rohani dan al-falah. Keseimbangan antara konsumen dan produsen dapat diukur melalui asumsi asumsi secara jelas. Memang untuk mengukur pahala dan dosa seorang hamba Allah, tidak dapat diukur dengan uang, akan tetapi hanya merupakan ukuran seberapa besar dan taat kita kepada Allah.
 KESIMPULAN

Pentingnya sebuah konsep Time Value Of Money dalam pengelolaan keuangan sehingga hal in dapat digunakan untuk membandingkan alternatif investasi dan untuk memecahkan masalah yang melibatkan pinjaman, sewa, tabungan dan anuitas. Time Value Of Money didasarkan konsep bahwa nilai uang yang dimilki saat ini adalah lebih besar/berharga daripada nilai uang yang akan diterima satu dolar dimasa depan uang yang dipegang saat ini bernilai lebih karena dapat berinvestasi dan bisa mendapatkan bunga.
dalam islam tdak mengenal adanya time value of money. Yang dikenal adalah economic value of time. teori time value of money adalah sebuah kekeliruan besar karena mengambal dari ilmu teori pertumbuhan populasi dan tidak ada di ilmu finance. dalam menghitung pertumbuhan populasi digunkan rumus:



rumus ini kemudian di adobsi begitu saja dalam ilmu finance sebagai teori bunga majemuk menjadi:


jadi, future value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahunke-t, present value dari uang dianalogikan ddengan jumlah populasi tahun ke-0, sedangkan tingka suku bunga dianalogikan dengan tngkat pertumbuhan populasi. Jelas in sangat keliru besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang dapat berkembang biak dengan sendirinya. Waktu adalah pedang, kata pada “pedang” menggambarkan betapa waktu itu sangat berharga. Bukan berati wajtu itu bisa dinilai dengan rupiah atau satuan apapun. Dalam islam kita tidak hanya beorientasi pada keuntungan, akan tetapi mengharapkan keuntungan pada ridho Allah. Islam juga mengajarkan kita untuk mengendalikan kebutuhan dari pada keinginan, jangan sampai kita yang dikendalikan.  Dalam ekonomi islam landasan yang dipakai adalah Al Quran dan Al Hadist, sedangkan ekonomi konvensional lebih pada positivistik. Dalam ekonomi islam tujuan yang ingin dicapai bukan hanya dunia saja, tapi akhirat juga. Sedangkan ekonomi konvensional hanya bertujuan senang didunia saja. Mereka menganggap seakan akan akhirat itu hanya dongeng yang dibacakan oleh orang tua untuk anaknya saat mau tidur.
DAFTAR PUSTAKA


Karim, Ir. Adiwarman. 2009, Bank Islam, Ed 3-6, Jakarta: Rajawali Pers.

Karim, Ir. Adiwarman. 2007, Ekonomi Makro Islami, Ed 2, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Mun’im, Fathan, 2008, Selayang Pandang, Ekonomi Islam & Perbankan Syariah, Pontianak: STAIN Pontianak Press.

Hidayat, Muhammad, MBA. 2010, an Intoduction to THE SHARIA ECONOMIC, Jakarta: Zikrul Hakim (Anggota IKAPI)
(Dikutip dan diselaraskan dari http://jacksite.wordpress.com/2007/04/24/hukum-harga-tangguh-time-value-of-money-dalam-islam/ pada tanggal 12 oktober 2011)
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=12023
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/?p=1505
(dikutip dan diselaraskan dari http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/perbedaan-mendasar-ekonomi-islam-dan-ekonomi-konvensional/
(Dikutip dan diselaraskan dari http://yunada.student.umm.ac.id/2010/12/02/time-value-of-money-vs-economic-value-of-time-3/)
(Dikutip dan diselaraskan dari http://haryono_putro.staff.gunadarma.ac.id/




Minggu, 13 Mei 2012

MURABBAHAH

                                                                    BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Keinginan masyarakat untuk membeli barang semakin banyak. Namun tidak sedikit dari mereka merasa kesulitan untuk memenuhi keinginan tersebut. Maka hadirlah Bank Syariah yang tidak mengenal sistem bunga. Semakin membuat perjalanan bank syariah berkembang. Salah satu peran bank bertindak sebagai pedagang (akad jual beli) melalui akad murabahah. Berbeda dengan penyertaan modal, akad murabahah merupakan pembiayaan perdagangan dan keuntungannya diperoleh dari mark up.
Beberapa pakar bank menyatakan bahwa 75-90% bank islam menggunakan penerapan atau pembiayaan murabahah (akad jual beli). Hal ini terjadi karena menggunakan mark up sebagai keuntungan. Menurut Tariqullah Khan, pembiayaan berbasis mark up ini mempunyai posisi lebih unggul (adventages) karena prinsip mark up dalam banyak hal lebih konsisten.
B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang di dalam makalah ini adalah :
1.    Pengertian murabahah
2.    Landasan  akad murabahah
3.    Rukun dan syarat akad murabahah
4.    Aplikasi murabahah dalam sistem perbankan islam
5.    Kaidah dalam akad murabahah
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Murabahah
    Kata murabahah berasal dari kata ribh yang berarti keuntungan. Keuntungan tersebut berkaitan dengan pemberian ini dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu keuntungan boleh didasarkan pada presentasi harga dan keuntungan berdasarkan jumlah harga misalnya 10 % atau 20%.  Murabahah dalam bahasa inggris sering disebut dengan cost plus sales esensinya adalah akad jual beli dimana penjual dan pembeli menyepakati untuk harga barang yang terdiri harga pokok dari penjual dan ditambah dengan tingkat keuntungan yang disepakati.
    Bay’ Al-Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli amanah yang dikenal dalam syariat islam, karena penjual disyaratkan melakukan kontrak terlebih dahulu dengan menyatakan harga barang yang akan dibeli. Dalam wacana fiqh muamalah, beberapa ulama berpendapat mengenai Murabahah. Menurut imam Syafi’I murabahah itu,” jika seseorang menunjukkan komoditas kepada seseorang mengatakan, “kamu beli untukku, aku akan memberimu keuntungan begini begini”, kemudian orang itu membelinya, maka transaksi itu sah.”  Menurut Udovitch, murabahah adalah bentuk penjualan komisi, dimana pembeli yang biasanya tidak mampu memperoleh komoditas tersebut memerlukan perkecualiaan melalui seorang perantara, atau tidak ingin mengalami kesulitannya, karena ia mencari jasa perantara tersebut.  Menurut perbankan Islam, murabahah merupakan pembiayaan perdagangan didalam perbankan islam maksudnya adalah bank sebagai pedagang yaitu membeli barang yang dibutuhkan nasabah. Lalu menurut Ibnu Qudamah mendefinisikan “murabahah adalah menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati”.
    Dari berbagai pendapat tersebut menurut penulis murabahah merupakan  salah satu konsep islam dalam melakukan perjanjian jual beli.Bukan jual beli yang biasa tetapi jual beli dengan harga modal ditambah keuntungan. Konsep ini harus tunduk pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam muamalah islamiyah. Murabahah termasuk pembiayaan perdagangan dalam perbankan islam.
B.    Landasan
Ayat- ayat Alquran yang dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-Murabahah adalah :

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu”

Sedangkan hadis-hadis Rasulullah yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-Murabahah adalah
Hadis dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasul saw bersabda :” Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan , yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”. Ibnu Majjah
“Dari Rafaah bin Rafie r.a bahwa Rasulullah saw. Pernah ditanya pekerjaan apakah yang paling mulia, Rasulullah saw. Menjawab : pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur”. (HR. Albazzar, Imam Hakim mengkategorikannya shahih”

“Dari Abu Said al-Hudriyyi bahwa Rasulullah saw. Bersabda : Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka”. (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah dan shahih menurut Ibn Hibban”.

“Pedagang yang jujur dan benar berada disyurga bersama para nabi, siddiqin dan syuhada”. (Imam Tirmizi berkata hadis ini hasan)

Menurut Ijma, umat islam telah berkosensus tentang keabsahan jual beli karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.
C.    Rukun  dan Syarat Transaksi Murabahah
Murabahah mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga murabahah tersebut menjadi sah menurut syara’. Sebagaimana jual beli, di dalam murabahah terkait rukun dan syarat yang sama. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu :
1.    Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli)
Orang yang berakad adalah penjual dan pembeli. Penjual dalam transaksi murabahah adalah bank. Bank melakukan pembiayaan  barang tersebut yang telah di minta oleh pembeli (nasabah) melalui pemasok barang. Tetapi bank bukan seorang pedagang barang melainkan sebagai fasilitator keuangan kepada pembeli. Sedangkan pembeli merupakan orang yang membeli barang dari penjual. Pembeli dalam transaksi murabahah adalah nasabah. Nasabah yang menginginkan barang tersebut kemudian meminta pembiayaan kepada bank.
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad harus memenuhi syarat. Adapun syarat-syarat tersebut adalah :
•    Berakal, artinya orang tersebut sudah baligh. Menurut jumhur ulama apabila orang yang berakad itu masih mumayyiz, maka jual beli tidak sah.
•    Orang yang melakukan akad adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. Misalnya Ahmad menjual sekaligus barangnya sendiri. Jual beli seperti ini dianggap tidak sah
2.    Ada shighat (lafal ijab dan qabul)
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari transaksi jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan. Menurut mereka, jab qabul berarti adanya kesepakatan dan perjanjian antara pihak yang terkait. Syarat sahnya adalah adanya keridhaan kedua pihak artinya masing-masing pihak tidak ada yang menzhalimi dan terzhalimi. Keberadaan barang yang bisa diserahterimakan, tidak menimpakan dharar kepada penjual, barang dan harganya diketahui dengan jelas sehingga menghalangi adanya perselisihan, dan akad itu kosong dari syarat yang fasid.
3.    Ada barang yang dibeli
Barang yang dibeli mempunyai syarat seperti harta itu ada, bisa ditentukan nilainya, dimiliki zatnya, bisa diserahkan pada saat akad, dimiliki oleh penjual pada saat jual beli dan barang itu memiliki nilai serta tidak ada hak orang lain didalam barang itu.
D.    Aplikasi Murabahah dalam Sistem Perbankan Islam
Bay’ Al-Murabahah diaplikasikan dalam bentuk pesanan beli antara nasabah dengan bank. Maksudnya adalah misalnya seorang nasabah bersepakat membeli sebuah barang tertentu dari bank islam. Kemudian bank akan menentukan barang yang dijual dan biaya. Setelah itu bank membeli barang yang dipesan dan dijual kepada nasabah dengan harga yang ditambah dengan keuntungan (harus kesepakatan antara nasabah dan bank). Bay’ Al-Murabahah dapat dilakukan antara penjual dan pembeli secara langsung atau melalui pesanan. Akan tetapi dalam seperti ini penjual boleh meminta uang tanda jadi ketika terjadinya ijab qabul. Untuk itu penjual meminta jaminan (sejumlah uang tertentu) pada pembeli agar penjual tidak dirugikan. Hal ini berfungsi sebagai jaminan agar penjual tidak merugi dan sekaligus juga menunjukkan keseriusan pembeli. Apabila uang tanda jadi lebih kecil berbanding kerusakan, maka penjual boleh meminta kekurangannya.
Berkaitan dengan jaminan ketika melakukan hutang, maka Allah telah menetapkan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 283, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa mereka yang berhutang untuk masa yang ditentukan. Sedangkan juru tulis tidak ada, maka hendaklah diadakan jaminan atau agunan. Tetapi sekiranya mereka saling percaya,maka yang berhutang hendaklah menyempurnakan janjinya untuk membayar.
Jadi ayat tersebut tidak menutup kemungkinan untuk digunakan dalam menetapkan jaminan terhadap bay’ al-murabahah. Hal ini bertujuan untuk menjamin kemaslahatan bagi kedua pihak. Supaya tidak terjadi keingkaran dalam jual beli.   
Bank-bank islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana dalam perbankan islam, ditemukan terutama berdasaran dua unsur yaitu, harga membeli dan biaya yang terkait dan kesepakatan berdasarkan mark-up (keuntungan).
Dalam transaksi murabahah, bank bertindak sebagai pedagang jasa keuangan yang memberikan fasilitas pembiayaan murabahah. Transaksi murabahah, sekalipun menyangkut jual beli barang tetapi pada hakikatnya adalah transaksi pembiayaan. Hanya dengan diciptakannya hubungan-hubungan hukum dalam satu dokumen perjanjian antara pihak-pihak (3 pihak) dalam transaksi murabahah, fungsi bank sebagai lembaga pembiayaan dapat terjaga dan tidak beralih fungsi sebagai pedagang barang. Dalam transaksi murabahah harus dimungkinkan terjalinnya sekaligus hubungan-hubungan hukum sebagai berikut :
1.    hubungan hukum antara bank dan pemasok barang
2.    hubungan hukum antara bank dan nasabah pembeli barang
3.    hubungan hukum antara nasabah pembeli barang dan pemasok barang
Bank-bank islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama pembiayaan yang merupakan hampir 75 % dari asetnya. Prosentase ini secara kasar benar bagi bank-bank islam dan juga sistem- sistem perbankan islam di Pakistan dan Iran. Pada awal 1984, di Pakistan, keuangan jenis murabahah berjumlah hampir 80 % dari seluruh keuangan dalam investasi deposito PLS (Profit Lost Sharing). Sedangkan dalam kasus Bank Islam Dubai, Bank islam sektor swasta paling awal, keuangan murabahah berjumlah 82 % dari seluruh keuangan untuk tahun 1989.
Beberapa alasan diberikan popularitas murabahah dalam pelaksanaan investasi perbankan islam adalah :
•    Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek dan dibandingkan dengan pembagian PLS (Profit Lost Sharing).
•    Mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara yang menjamin bahwa mampu mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang berbasis bunga dimana bank sangat kompetitif.
•    Murabahah menghindari ketidakpastian yang dilekatkan dengan perolehan usaha berdasarkan sistem PLS (Profit Lost Sharing).
•    Murabahah tidak mengizinkan bank islam untuk turut campur dalam manajemen bisnis karena bank bukanlah partner dengan klien tetapi hubungan mereka sebagai gantinya, berdasarkan murabahah adalah hubungan seorang kreditur dengan seorang debitur.
Murabahah banyak digunakan sebagai pembiayaan di perbankan syariah. Selain popularitasnya yang baik murabahah memiliki kelebihan. Adapun kelebihan akad murabahah adalah :
•    Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya serta mengetahui harga pokok barang dan keuntungan atau mark-up yang diartikan sebagai prosentase harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya.
•    Subyek penjualan adalah barang atau komoditas.
•    Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnya dan ia harus mampu mengirimnya kepada pembeli
•    Pembayaran dapat dilakukan dengan tunai dan boleh juga dengan angsuran. Tetapi banyak nasabah yang memilih angsuran atau mencicil. Karena itu dapat membantu nasabah yang merasa kurang mampu membayar lunas.
E.    Kaidah dan hal yang berhubungan dengan murabahah
Adapun kaidah atau aturan yang harus diperhatikan dalam transaksi murabahah adalah sebagai berikut :
•    Ia harus digunakan untuk barang-barang yang halal
•    Biaya aktual dari barang yang akan diperjualbelikan harus diketahui oleh pembeli
•    Harus ada kesepakatan kedua belah pihak (pembeli dan penjual) atau harga jual yang termasuk didalamnya harga pokok penjualan dan margin keuntungan
•    Jika ada perselisihan atas harga pokok penjualan, pembeli mempunyai hak untuk menghentikan dan membatalkan perjanjian.
•    Jika barang yang akan dijual tersebut dibeli dari pihak ketiga, maka perjanjian jual beli yang dengan pihak pertama tersebut harus sah menurut syariat islam.
•    Murabahah memegang kedudukan kunci nomor dua setelah prinsip bagi hasil dalam bank islam, ia dapat diterapkan dalam pembiayaan pengadaan barang dan pembiayaan pengeluaran Letter of Credit (L/C)
Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan kedua belah pihak harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama. Bank harus mendatangkan barang yang benar-benar memenuhi pesanan nasabah baik jenis, kualitas atau sifat-sifat lainnya. Sedangkan Pemesan, apabila barang telah memenuhi ketentuan dan ia menolak untuk menebusnya maka bank berhak untuk menuntutnya secara hukum.
Berkenaan dengan pelaksanaan bay’ al-murabahah ini pihak bank perlu memberi penjelasan kepada nasabah dengan membuat perincian berapa harga barang yang dibeli dan keuntungan yang mesti diterima oleh pihak bank. Perlunya rincian ini adalah supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan antara pihak bankdan nasabah. Jangan hendaknya masyarakat menilai bahwa keuntungan yang diperoleh bank pertahun melalui murabahah hanya sekedar mengganti istilah bunga dengan margin keuntungan.
 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa akad murabahah merupakan suatu perjanjian yang didasarkan pada kepercayaan antara nasabah dan bank. Nasabah bertindak sebagai pembeli sedangkan bank sebagai fasilitator dalam pembelian barang tersebut. Bank memberikan pembiayaan untuk mempermudah nasabah. Nasabah juga dengan mudah mencicil kepada bank sebesar biaya yang telah disepakati bersama. Biaya yang disepakati berupa harga modal dan ditambah dengan keuntungan yang akan diperoleh bank.
Murabahah akan sangat berguna sekali bagi seseorang yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana pada saat itu kekurangan liquiditas. Ia meminta pada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya pada saat diterima. Selain itu murabahah hampir 70 % menguasai pembiayaan yang ada dalam perbankan islam.
B.    Saran
Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan media pembelajaran bagi mahasiswa STAIN jurusan Syariah prodi Ekonomi Islam. Sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk kedepannya.  
 
Daftar Pustaka

Abdullah Saeed. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2003
Karnaen A Perwataatmadja Hendri Tanjung, Bank Syariah (Teori, Praktik dan Peranannya). Senayan Abadi. Jakarta PT. 2007
Muh. Syafe’I Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press. Jakarta. 2001
Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. UII Press. Yogyakarta. 2000
Sutan Remy Sjahdeini. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Grafiti. Jakarta. 1999
Dra. Hulwati, M.Hum.,PhD. Ekonomi Islam Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syariah di Pasar Modal Indonesia dan Malaysia. Ciputat Press Group. Ciputat. 2009
Muhaimin Iqbal. Dinar Sebagai Solusi. Gema Insani. Jakarta. 2008

Senin, 07 Mei 2012

KONSEP IJAARAH

                                                                             BAB I
                                                                   PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dalam islam sewa menyewa biasa disebut dengan Ijaarah semua barang yang mungkin di ambil manfaat atau jasanya saja. Barang yang disewakan dianggap sah apabila kemanfaatannya dapat ditentukan dengan salah satu dari dua perkara yaitu: masa dan perbuatan/tenaga.
Ijaarah dapat diartikan melakukan akad dengan mengambil manfaat barang atau jasa yang diterima dari orang lain dengan cara membayar sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Ijarah tidak akan batal dengan meninggalnya salah satu dari yang berakad. Akan tetapi bisa batal karna rusaknya barang yang disewakan.

B.    RUMUSAN MASALAH
a.    Apa itu Ijaarah,dan beberapa definisi dari para ulama ?
b.    Apa itu Ijaarah Al Mumtahia Bit Tamlik ?
c.    Landasan apa yang mengaturnya ?
d.    Manfaat dan Risiko yang harus Diantisipasis
e.    Apa rukun dan Syarat Ijaarah ?
f.    Bagaimana proses terjadinya pemebatalan ijaarah ?
g.    Bagaimana aplikasi ijaarah di Perbankan Syariah?

                                                                         BAB II
                                                                       PEMBAHASAN
A.    SEWA MENYEWA (IJARAH)
Ijaarah adalah pemindahan hak guna (manfaat) atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa atas barang dan jasa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang atau jasa tersebut . Apabila transaksi tersebut berhubungan dengan seorang ajiir, maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Karena itu, untuk mengontrak seorang ajiir tadi harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya. Untuk itu, jenis pekerjaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur. Transaksi ijarah yang masih kabur, hukumnya adalah rusak (fasid). Selain itu, waktunya juga harus ditentukan, misalnya harian, bulanan, atau tahunan. Di samping itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan. Oleh karena itu, dalam transaksi ijaarah, hal hal yang harus jelas ketentuannya adalah menyangkut: bentuk, jenis pekerjaan, masa kerja (waktu), upah kerja dan, tenaga yang dicurahkan saat bekerja. Ketika satu pihak menjual jasa kepada orang lain dari harta yang bergerak selain binatang dan kapal untuk mendapat imbalan juga disebut sebagai Ijaarah
Dan ada beberapa definisi Ijaarah yang dikemukakan oleh para ulama: Ulama Mazhab Hanafi “Transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan”. Ulama Mazhab Syafi’i “Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan dengan suatu imbalan tertentu”. Ulama Malikiyah dan Hambaliyah “pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan imbalan.
Perlu kita garis bawahi, bahwa dari beberapa definisi di atas, maka akad ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat. Akad tersebut juga tidak berlaku bagi pepohonan untuk diambil buahnya, karna buah itu adalah materi (benda), sedangkan kita tahu bahwa ijaarah ditujukan pada manfaat saja. Dan sama juga halnya dengan hewan (kambing, sapi) tidak boleh dijadikan objek ijarah untuk diambil susu dan bulunya.
Jumhur Ulama Fiqh juga tidak membolehkan air mani hewan ternak jantan seperti sapi, kuda, kerbau, kambinng. Karna mani itu adalah materi. Sesuai dengan sabda Rasulullah.
نَهَى عَنْ عَسَبِ الْفَلِ (رواه البخار وأحمد والنساءوأبوداود)
“Rasulullah SAW melarang penyewaan mani hewan pejantan (HR. Bukhari, Ahmad Nasai dan Abu Daud).

B.    IJARAH AL MUNTAHI BIT TAMLIK
Ijaarah Al Muntahi Bit Tamlik (IBMT)  adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dengan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang di akhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa. Dan sifat pemindahan kepimilikan inilah yang membedakan dengan ijarah biasa. Ijaarah Al Muntahi Bit Tamlik juga memiliki banyak bentuk, tergantung pada apa yang disepakati oleh kedua belah pihak yang melakukan akad.
Ternyata IMBT tidak hanya di atur di dalam Al Quran dan Hadist. Namun ada juga landasan hukum dan Undang Undang yang mengaturnya diantaranya:
1.    Undang-undang No.10/1998 tentang Perbankan
 pembiayaan berdasarkan prinsip syariah wajib dikembalikan disertai imbalan prinsip ijarah (pasal 1.12).
prinsip syariah dalam pembiayaan barang modal dapat dilakukan dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari Bank oleh Nasabah (pasal 1.13).
2.    Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR 12 Maret 1998 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam menyalurkan dana antara lain melalui transaksi jual beli berdasarkan prinsip ijarah (pasal 28).
3.    Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 28 Maret 2002
Harus laksanakan akad ijarah dulu
Akad pemindahan kepemilikan (jual beli/hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
4.    Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59
Objek sewa dikeluarkan dari aktiva pemilik objek sewa pada saat terjadinya perpindahan hak milik objek sewa.
Perpindahan hak milik objek sewa diakui jika seluruh pembayaran sewa telah di selesaikan dan penyewa membeli/menerima hibah dari pemilik objek sewa.

C.    LANDASAN YANG MENGATUR
Ulama fiqh berpendapat, bahwa yang menjadi dasar dibolehkan Ijarah adalah firman Allah:
وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوآ أَوْلَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّتُم مَّآءَاَتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِقلى وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوآأَنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيْرٌ (٢٣٣)
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah MahaMelihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Baqarah: 233)

روَى اِبْنُ عَبّاَسٍ اَنَّ النَّبشِيَّ صلى الله عليه وسلم, احْتَجَمَ وَاَعْطَى الحَجّاَمَ أَجْرَهُ ( رواه احمد والبخار ومسلم)
Diriwatkan oleh ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada prinsipnya terdapat kesepakatan di kalangan para sahabat sebelum kedatangan beberapa orang seperti Hasan Basri dan Abu Bakar al-Ashom, Ibnu Kisan, Ismail bin Aliyah, Qosyani dan Nahroni. Ijarah ini dibolehkan karena manusia memerlukan akad semacam ini dalam kehidupan muamalah mereka.
Manfaat dari transaksi ijaarah untuk Bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok. Selain itu ada juga risiko yang mungkin terjadi dalam ijaarah antara lain:
a.    Default; nasabah tidak bisa membayar cicilan dengan sengaja.
b.    Rusak; aset ijaarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
c.    Berhenti; nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut. Sehingga mengakibatkan bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.
Seacara umum, aplikasi perbankan dari ijaarah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

Skema Ijarah


Dari skema di atas. Bisa kita baca alur atau cara bagaimana kita melakukan transaksi ijaarah:
1.    Nasabah memesan objek sewa melalui perbankan
2.    Pihak perbankan membeli objek sewa dari suplier atau instansi terkait.
3.    Pihak perbankan menyeawakan barang atau objek yang dipesan oleh nasabah, berupa barang untuk digunakan jasa atau manfaatnya.
4.    A.MILIK= barang (bisa mobil/pick up, teknisi) yang semula punya pihak perbankan
5.    B.MILIK= barang (mobil/pick up, teknisi) menjadi milik nasabah.

E.    RUKUN DAN SYARAT IJARAH
Ulama Mazhab Hanafi mengatakan, bahwa rukun ijaarah hanya satu yaitu; ungkapan menyerahkan dan persetujuan sewa menyewa (ijab dan qobul) saja.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun ijaarah ada empat:
1.    Orang yang berakal.
2.    Sewa atau imbalan yang sesuai.
3.    Manfaat.
4.    Sighah (ijab dan qobul).
Menurut ulama Mazhab  Hanafi, rukun yang dikemukakan oleh jumhur ulama di atas bukanlah rukun melainkan syarat. Sebagai sebuah transaksi (akad) umum, ijaarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat.
Adapun syarat akad ijaarah sebagai berikut:
1.    Syarat bagi kedua orang yang berakad, adalah telah baligh dan berakal (Mazhab Syafi’i dan Hambali). Dengan demikian,apabila orang itu belum atau tidak berakal, seperti anak kecil atau orang gila, menyewakan hartanya, atau menjadikan diri mereka menjadi buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa), maka ijaarahnya tidak sah.
Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijaarah dengan ketentuan, disetujui oleh walinya.
2.    Kedua belah pihak menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijaarah itu. Apabila ada unsur keterpaksaan maka akadnya tidak sah.
“Hai orang yang beriman,janganlah kamu saling memakan harta kamu dengan cara yang bathil, kecuali melalui sesuatu perniagaan yang berlaku suka sama suka.......”

3.    Manfaat yang menjadi objek ijaarah harus diketahui dengan jelas. Apakah itu masalah waktu, upah, dan jenis pekerjaannya. Dalam menentukan masalah waktu sewa, ulama Mazhab Syafi’i memberikan syarat sangat ketat. Bila seorang menyewakan rumahnya selama satu tahun dengan sewa Rp 1juta sebulan. Maka akad itu batal karna dalam akad semacam itu diperlukan pengulangan akad baru setiap bula dengan sewa baru pula. Menurut ulama Mazhab Syafi’i sewa menyewa dengan cara diatas menunjukan tenggang waktu yang tidak jelas.
4.    Objek ijaarah itu dapat diserahkan  dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya.
5.    Objek ijaarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.
6.    Objek ijaarah merupak sesuatu yang bisa disewakan
7.    Upah/sewa dalam ijaarah harus jelas, tertentu dan bernilai harta. Namun, tidak boleh barang yang diharamkan oleh syara’.

F.    PROSES TERJADINYA PEMBATALAN IJAARAH

Di dalam ijaarah, akad tidak membolehkan adanya batal (fasakh) pada salah satu pihak, karena ijaarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal hal yang di wajibkan untuk pembatalan (fasakh).
Ijaarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut:
1.    Terjadi cacat pada barang sewaan yang kejadian itu terjadi pada tangan penyewa.
2.    rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya.
3.    rusaknya barang yang diupahkan karena baju yang diupahkan untuk dijahitkan.
4.    terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan.
5.    menurut Hanafiah, boleh terjadi fasakh (batal) dari salah satu pihak seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri. Maka dibolehkan untuk membatalkan sewaan itu.
6.    Jumhur Ulama: Salah satu pihak meninggal dunia. Jika barang yang disewakan itu berupa hewan maka kematiannya mengakhiri akad ijaarah.
7.    Kedua pihak membatalkan akad dengan iqolah.
8.    Masa berlakunya akad telah selesai.
G.    APLIKASI IJAARAH DI PERBANKAN SYARIAH
Bank bank Islam yang mengoperasikan produk ijaarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operting lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya bank bank tersebut lebih banyak menggunakan Ijarah Muntahiya bit-Tamlik, karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

                                                                                BAB III
                                                                              PENUTUP
KESIMPULAN
pemindahan hak guna (manfaat) atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa atas barang dan jasa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang atau jasa tersebut. Apabila transaksi tersebut berhubungan dengan seorang ajiir, maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Karena itu, untuk mengontrak seorang ajiir tadi harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya.
Sedangkan ijaarah bit tamlik merupakan penyewaan yang diakhiri dengan kepemilikan. Dan di atur juga dalam undang undang dan fakwa dewan syariah. Default; nasabah tidak bisa membayar cicilan dengan sengaja. Rusak; aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemelharaan harus dilakukan oleh bank. Berhenti; nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut. Sehingga mengakibatkan bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.
Rukun dan syarat yang harus dilakukan. Orang yang berakal, sewa atau imbalan yang sesuai, manfaat, sighah (ijab dan qobul).
Proses terjadinya pembatalan: Terjadi cacat pada barang sewaan yang kejadian itu terjadi pada tangan penyewa. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya rusaknya barang yang diupahkan karena baju yang diupahkan untuk dijahitkan, terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan.
Pihak perbankan lebih suka menggunakan produk IMBT karna lebih sederhana dalam sisi pembukuan dan tidak perlu repot untuk mengurus pemeliharaan aset baik pada saat leasing maupun sesudahnya.



DAFTAR PUSTAKA
¬¬_Syafi’i Antonio,Muhammad: 2001, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik; Gema Insani.
_Ali Hasan,M: 2003, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), PT Raja                              Grafindo Perasada, Jakarta.
_Rahman I Do’i A: 1996, Syariah III Muamalah, PT Grafindo Persada, Jakarta.
¬_http://fileperbankansyariah.blogspot.com/2011/03/definisi-ijarah.html

http://www.masbied.com/2010/06/02/hukum-al-ijarah-sewa/

http://jacksite.wordpress.com/2007/06/19/hukum-ijarah/
http://aafandia.wordpress.com/2009/05/20/upah-minimum-regional-dalam-perspektif-islam/
http://hendrakholid.net/blog/2009/11/22/ijarah-muntahiyah-bit-tamlik-imbt/