Sabtu, 21 September 2013

BUNGA Vs ZAKAT


Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang orang yang melipatgandakan (pahalanya) QS: ar Rum:39
“arti ayat tersebut telah menjadi amat jelas di zaman sekarang ini. Teori ekonomi konvensional mengajarkan bahwa bunga melemahkan investasi dan menyebabkan terjadinya PENGANGGURAN, sehingga menambah penderitaan manusia. Sumber daya fisik dan insani tetap akan menganggur dan tidak dapat dimanfaatkan kerena pembiayaan tidak akan terwujud kecuali dengan tingkat BUNGA tertentu. Oleh karena semua usulan investasi tidak akan seproduktif rencana pelunasannya pada tingkat bunga yang sedang berjalan, maka sumber daya fisik maupun insani tidak dapat pula dimanfaatkans secara produktif. Dengan sendirinya hal ini akan menyebabkan terjadinya penderitaan umat manusia. Namun, di tahun2 terakhir ini utang telah melanda seluruhn dunia. Akibatnya semua pemerintahan henghadapi defisit fiskal yang selanjutkan mengarah pada inflasi, pajak tinggi, pelambatan perdagangan dan kemiskinan manusia secara keseluruhan, saluran lain penderitaan manusia melalui bunga adalah transfer negatif neto (net negatif transfer) sumber dari negeri MISKIN ke negeri KAYA. Itu adalah gejala yang dengan tepat disebut oleh Willy Brandt sebagai “TRANSFUSI DARI SI SAKIT KEPADA SI SEHAT”. Kini sejumlah negara miskin bekerja keras hanya untuk membayar hutang dan bunganya. Pada skala global, aliran kekayaan telah berbelok menjadi dari SI MISKIN kepada SI KAYA.
Apalagi bukti yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa bunga adalah sumber penderitaan manusia??????????????
ARKAM KHAN

Rabu, 22 Mei 2013

BA'I AL SALAM

A. Pengertian Bai’ as-Salam (In-front Payment Sale) Secara etimologi salam berarti salaf (pendahuluan). Dalam pengetian yang sederhana, bai’ as-salam berarti pembelian barang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dibayar dimuka. B. Landasan Syariah Bai’ as-Salam Ibn abbas berkata: “aku bersaksi bahwa salam yang dijamin untuk waktu tertentu benar-benar dihalalkan oleh Allah dan diizinkan.” Kemudian ia membaca QS. Al-Baqarah ayat 282: Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar...” Berdasarkan firman Allah tersebut, maka sebaiknya akad bai’ as-salam dilakukan secara tertulis agar kewajiban serta tanggung jawab satu sama lain dapat diwujudkan dengan baik, tanpa ada perasaan curiga dan ragu. Di samping ayat tersebut terdapat sabda Rasululullah SAW ketika beliau hijrah ke Madinah, dimana pelaksanaan bai’ as-salam telah digunakan oleh masyarakat dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : عن بن عباس رضيي الله عنهما قال قد م النبي صلى الله عليه و سلم المدينة وهم يسلفون بلتمر السنتين والثلاث فقل من أسلف في شييء ففيي كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم (رواه البخاري) Artinya : “Dari Ibn ‘Abbas semoga Allah meridhoi keduanya, Nabi SAW bersabda : Beliau telah datang ke Madinah dan beliau menemui masyarakat yang melakukan jual beli secara salaf (salam) dengan buah-buahan selama dua dan tiga tahun, lalu Rasulullah bersabda : Barang siapa yang melakukan salaf pada sesuatu benda maka hendaklah jual beli itu mengikuti sukatan yang tertentu, timbangan serta masa tertentu.” (HR. Bukhari) Hadits di atas merupakan dalil tentang bolehnya hukum bai’ as-salam. Beliau menjelaskan pelaksanaan bahwa bai’ as-salam antara petani buah-buahan dan pedagang yang masa penyerahannya selama dua tahun. Cara seperti ini diperlukan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada saat itu. Akan tetapi setelah tersebarnya Islam, keperluan terhadap bai’as-salam semakin meluas. Pelaksanaannya tidak hanya terbatas pada pertanian saja, akan tetapi juga telah melibatkan perindustrian dan sebagainya. Waktu penyerahan barang juga dapat dilakukan lebiRh singkat lagi. Sedangkan pada masa Rasulullah SAW masanya dua sampai tiga tahun, maka untuk masa sekarang penghantaran barang dapat saja dilakukan dua atau tiga bulan, bahkan boleh dalam satu hari, kalau memang bisa dilakukan. Dalam hal ini ulama sepakat untuk membolehkannnya, tetapi dengan syarat harus sejalan dengan ketentuan Sunnah. Sedangkan penyerahan barang semestinya dalam bentuk bertangguh pada waktu atau tempo yang telah disepakati, sesuai dengan sifat dan ukuran dari pesanan. Kemudian berkaitan dengan waktu pembayaran, sebagian ulama mengharuskan pada saat akad ditanda tangani atau sebelum berpisah. C. Rukun Bai’ as-Salam Pelaksanaan bai’ as-salam harus memenuhi beberapa rukun berikut ini : 1) Muslam (المسلم) atau pembeli 2) Muslam ilaih (المسلم اليه) atau penjual 3) Modal atau uang 4) Muslam fiihi (المسلم فيه) atau barang 5) Sighat (الصيخة) atau ucapan D. Syarat Bai’ as-Salam Di samping segenap rukun harus terpenuhi, bai’ as-salam juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Dua diantara rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan barang. 1. Modal Transaksi Bai’ as-Salam a) Modal harus diketahui Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai. b) Penerimaan pembayaran salam Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak. Hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam (pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjualan. Lebih khusus lagi, pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari muslam ilaih (penjual). Hal ini dilakukan untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam. 2. Al-Muslam Fiihi (barang) Diantara syarat-syarat yangharus dipenuhi dalam al-muslam fiihi atau barang yang ditransasikan dalam bai’ as-salam adalah sebagai berikut : a) Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang. b) Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut. c) Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari. d) Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan segera. e) Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan barang. f) Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan . jika kedua pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ke tempat menjadi kebiasaan., misalnya gudang si penjual atau bagian pembelian si pembeli. g) Penggantian muslam fiihi dengan barang lain. Para ulama melarang penggantian muslam fiihi dengan barang lainnya. Penukaran atau penggantian barang as-salam ini tidak diperkenankan, karena meskipun belum diserahkan, barang trsebut tidak lagi milik si muslam ilaih, tetapi sudah menjadi milik muslam (fidz-dzimah). Bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya. Hal demikian dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk barang yang sama. E. Salam Paralel Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking & Investment Corporation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktek salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak bergantung pada pelaksanaaan akad salam yang pertama. Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam paralel, terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus. Hal demikian diduga akan menjurus kepada riba. F. Perbedaan Antara Jual Beli Salam dan Jual Beli Biasa Ada beberapa perbedaan antara jual beli salam dan jual beli biasa yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, diantaranya adalah : 1) Harga barang dalam jual beli salam tidak boleh dirubah dan harus diserahkan seluruhnya waktu akad berlangsung. Berbeda dengan jual beli biasa, pembeli boleh saja membeli barang yang ia beli dengan utang penjual pada pembeli. Dalam artian, utang dianggap lunas dan barang diambil oleh pembeli. 2) Harga yang diberikan berbentuk uang tunai, bukan cek mundur. Jika harga yang diserahkan oleh pemesan adalah cek mundur, maka jual beli pesanan batal, karena modal untuk membantu produsen tidak ada. Berbeda dengan jual beli biasa, harga yang diserahkan boleh saja berbentuk cek mundur. 3) Pihak produsen tidak dibenarkan menyatakan bahwa uang pembeli dibayar kemudian, karena jika ini terjadi maka jual beli ini tidak lagi dinamakan jual beli salam. Sedangkan dalam jual beli biasa, pihak produsen boleh berbaik hati untuk menunda penerimaan harga barang ketika barang telah selesai dan diserahkan. 4) Menurut ulama Hanafiyah, modal atau harga beli boleh dijamin oleh seseorang yang hadir pada waktu akad dan penjamin itu bertanggung jawab membayar harga itu ketika itu juga. Akan tetapi, menurut Zufar ibn Huzail, pakar fiqh Hanafi, harga itu tidak boleh dijamin oleh seseorang, karena adanya jaminan ini akan menunda pembayaran harga yang seharusnya dibayar tunai pada waktu akad. Dalam jual beli biasa, persoalan harga yang dijamin oleh seseorang atau dibayar dengan borog (barang jaminan) tidaklah menjadi masalah asal keduanya sepakat. Persoalan lain dalam masalah jual beli pesanan adalah masalah penyerahan barang ketika tenggang waktu yang disepakati jatuh tempo,. Dalam hal ini, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa pihak produsen wajib menyerahkan barang itu jika waktu yang disepakati telah jatuh tempo dan di tempat yang disepakati pula. Akan tetapi, jika barang sudah diterima pemesan dan ternyata ada cacat atau tidak sesuai dengan ciri-ciri yang dipesan, maka dalam kasus seperti ini pihak konsumen boleh menyatakan apakah ia menerima atau tidak, sekalipun dalam jual beli seperti hak khiyar tidak ada. Pihak konsumen boleh meminta ganti rugi atau menuntut produsen untuk memperbaiki barang itu sesuai dengan pesanan. Menurut Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh Islam di Universitas Damaskus, prospek jual beli as-salam di dunia modern ini semakin berkembang, khususnya antar negara, karena dalam proses pembelian barang di luar negeri, melalui import export, biasanya pihak produsen menawarkan barangnya hanya dengan membawa contoh barang yang akan dijual. Kadangkala barang yang dikirim oleh produsen tidak sesuai dengan contoh yang diperlihatkan kepada konsumen. Oleh sebab itu, kaidah-kaidah as-salam (jual beli pesanan) yang disyariatkan Islam amat relevan diterapkan, sehingga perselisihan boleh dihindari sekecil mungkin. G. Aplikasi Dalam Perbankan Bai’ as-Salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung dan cabai. Dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, dilakukanlah akad bai’ as-salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk atau grosir. Inilah yang dalam Islam dikenal sebagai salam paralel. Bai’ as-Salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industri, misalnya produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya, saat nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank mereferensikan penggunaan produk tersebut. Hal itu bahwa bank memesan dari pembuat garmen tersebut dan membayarnya pada waktu pengikatan kontrak. Bank kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen garmen tersebut. Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk tersebut diantar kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai. H. Manfaat Manfaat bai’ as-salam adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada pembeli. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa bai’ as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dibayar dimuka. Selain dipergunakan pada pembiayaan petani bai’ salam juga dapat diaplikasikn pada pembiayaan industri. DAFTAR PUSTAKA Antonio,Muhammad Syafi’i.2001.Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.Jakarta: Tazkia Cendekia. Arifin,Zainul.2002.Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah.Jakarta: AlvaBet. Hultawi,M.Hum.2006.Ekonomi Islam.Jakarta: Ciputat Press. Haroen,Nasrun.2007.Fiqh Mu’amalah.Jakarta: Gaya Media Pratama.

Selasa, 21 Mei 2013

EKONOMI ISLAM SATU-SATUNYA SOLUSI KRISIS EKONOMI GLOBAL

<"Dr. Muhammad Abdul Halim Umar,pakar ekonomi Universitas Al-Azhar >

Dewasa ini, Barat sedang membahas perlunya berpaling pada ekonomi Islam sebagai alternative dari system ekonomi kapitalis ribawi,“ tegas Dr. Muhammad Abdul Halim Umar, seorang pakar ekonomi Universitas Al-Azhar:
“Sesungguhnya saat ini Barat tengah berada dalam kondisi yang sangat dilematis dan sedang mencari jalan keluar yang aman. Para pakar ekonomi di sana menyarankan untuk berpaling pada ekonomi Islam dan menjauhi praktik ribawi dan spekulasi. Karena, praktik tersebut satu-satunya penyebab di balik meletusnya krisis ekonomi global akhir-akhir ini yang meruntuhkan sejumlah Bank besar dunia, terutama Bank Amerika Leman Bradz, bank terbesar keempat di dunia“, papar penasehat Kelompok Ekonomi Islam Shâlih Kâmil.
Dan pada saat ini Barat sedang mencoba berpaling kepada ekonomi Islam sebagai usaha untuk keluar dari krisis ekonomi yang cukup ‘menggilas’. Anda perlu tahu, para pakar ekonomi kapitalis telah mengakui bahwa seharusnya kapitalisme diatur dengan benteng (siyâj) moral dan campur tangan pemerintah. Benteng tersebut tiada lain ekonomi Islam Islam itu sendiri. Seperti diketahui, sistem ekonomi Islam mengharamkan berbagai praktik yang merugikan perekonomian dalam bentuk yang umum, seperti menipu, berspekulasi, dan interaksi yang sarat riba.
Bunga yang diperoleh dari praktik ekonomi ribawi terus bertambah dalam bentuk sirkulasi (hutang) dan tanpa terkandung rasa kasih sayang terhadap para muwarridin. Sikap tersebut menyebabkan rusaknya sirkulasi ekonomi, karena bisa jadi saat jatuh tempo pembayaran, peminjam belum mampu melunasinya. Akibatnya, pemberi hutang terpaksa memperkarakannya. Dengan demikian, proses jual beli terhenti. Inilah hal yang merugikan proses perdagangan secara umum di antara keduanya.
Bagi Barat Ekonomi Islam memang merupakan bentuk transformasi pemikiran. Namun kondisi tersebut menuntut mereka melakukannya. Mereka sekarang telah mengetahui sejauhmana urgensi agama Islam. Padahal, dahulu mereka menyatakan bahwa antara ekonomi dan agama tiada kaitannya sedikitpun, dan tidak terdapat pondasi dan aturan agama yang berhak mengatur ekonomi. Barat hanya berkonsentrasi pada ekonomi yang bersifat uang (aliqtishâd al-mâlî), bukan ekonomi yang sebenarnya, dimana ekonomi yang sebenarnya bersifat membangun dan memajukan negara. Tentu saja, ekonomi yang hanya bersifat uang ini sepenuhnya ditolak oleh Islam. Islam memberikan syarat, bahwa dalam setiap mobilitas keuangan harta, mesti dibayar (berbanding lurus) dengan jasa (khidmah) yang nyata. Sedangkan, Dunia Barat hanya memfokuskan dan memperluas mobilitas keuangan saja, tanpa ada pelayanan dan perpindahan komoditi nyata. Oleh karena itu, system kapitalis adalah sistem ekonomi hutang (iqtishâd madîn), sebab setiap orang yang terlibat di sana dianggap menanam hutang.
Ada terdapat sejumlah pakar kapitalis yang telah menyarankan pentingnya melirik dan berpaling pada ekonomi Islam. Saya pernah membaca sebuah artikel Rolan Laskin, pemimpin redaksi majalah Le` Journal de` Finance Perancis. Dia menyatakan, telah tiba saatnya wall street (maksudnya pasar uang) menyandarkan aktifitasnya pada syariat Islam dalam aspek keuangan dan ekonomi, untuk meletakkan penangkal krisis yang cukup menggoncangkan pasar uang dunia akibat proses permainan sistem interaksi keuangan dan spekulasi keuangan yang melampaui batas dan tidak syar’i.
Dalam artikel yang lain, saya pernah membaca tulisan Bovis Fansun, pemimpin redaksi Majalah Challenge. Disebutkan, semestinya kita membaca Al-Quran, menghayati kandungan ayat per-ayat, supaya kita dapat keluar dari krisis ekonomi ini dan menerapkan sejumlah prinsip hukum Islam, terutama aspek ekonomi. Sebab, seandainya para Bankir menjunjung tinggi sejumlah ajaran dah hukum di dalam Al-Quran, lalu mengaplikasikannya, dipastikan kita akan memperoleh solusi atas sejumlah krisis dan kita akan sampai pada kondisi al-wadh’ al-muzrî. Kita tahu, bahwa uang tidak akan ‘melahirkan’ uang.
Di media lain, saya pernah membaca tulisan Maurice Ali, peraih penghargaan Nobel bidang ekonomi dalam bukunya yang ditulis beberapa tahun yang lalu, ia membidik persoalan krisis ekonomi yang kemungkinan akan dihadapi dunia, yang saat ini ternyata krisis tersebut dialami.
Ia menyodorkan sejumlah perbaikan yang seluruh konsepnya diambil dari sumber syariat Islam. Untuk keluar dari krisis dan mengembalikan kestabilan ekonomi, ia menyarankan dua syarat, pertama, modifikasi (perubahan) nilai rata-rata bunga sampai titik nol; kedua, merevisi nilai rata-rata pajak sampai nilai minimal 2 %. Anda perhatikan, ternyata kedua syarat tersebut sepenuhnya sesuai dengan aturan Islam, yaitu sebagai upaya menghilangkan riba, danukuran zakat yang telah ditetapkan oleh aturan Islam.
Pertama, sebelum diadopsi oleh Barat, terlebih dahulu aplikasikan syariat Islam di negara masing-masing. Karena, Barat tidak mengetahui ekonomi Islam, tapi mereka ingin mempelajarinya. Upaya mereka mempelajari ekonomi Islam tidak akan tercapai dengan baik, kecuali jika sistem tersebut diaplikasikan terlebih dahulu di negara-negara Islam.
Barat telah mencanangkan setidaknya 3 skenario untuk mengakhiri krisis ekonomi global saat ini, pertama, disebutkan bahwa krisis akan segera pulih dalam enam bulan ke depan; kedua, krisis segera pulih satu tahun ke depan; ketiga, diperkirakan hingga dua tahun ke depan. Ada pula yang berpendapat,bahwa krisis tidak akan pernah berakhir selama Barat tidak berpaling pada sistem ekonomi Islam. Dengan demikian, agar krisis pulih dengan segera, seharusnya Barat berpaling pada ekonomi Islam dan bersandar pada ekonomi yang menganut aturan, dasar, dan undang-undangan ekonomi yang bebas riba dan spekulasi (mudhârabah) keuangan. Karena saat ini telah terungkap, bahwa ekonomi tersebut (riba dan spekulatif) menimbulkan banyak merusak ekonomi internasional.
Itulah, hal yang penting yang harus kita jadikan acuan bagi kita umat Islam untuk tetap optimis dalam pempelajari Ekonomi Islam.

www.sabili.co.id atau www.cybersabili.com(al-furqonhttp://www.islammemo.cc/)

Jumat, 17 Mei 2013

REALITA KEMISKINAN

Oleh: Nurlia Program pemerintah selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin, seperti RASKIN dan BLT, program ini sulit untuk mengatasi kemiskinan karna bersifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Belum lagi program2 bantuan ini sering terjadi korupsi dalam penyaluran. Kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sehingga program2 pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu isu kemiskinan yang penyababnya berbeda beda secara lokal. Lalu bagaimana konsep ekonomi syariah dalam mengatasi kemiskinan ini. Sistem ekonomi yang semenjak krisis1998 terus disuarakan sebagai sistem ekonomi yang kerkeadilan dari artikel “Cara Islam mengatasi kemiskinan” karya bapak. Yusuf Wibisono (Dosen UI), untuk mengatasi kemiskinan, kita perlu memahami terlebih dahulu akar dari kemiskinan itu sendiri, bahwa dalam islam itu sepenuhnya masalah struktural, karna Allah telahn menjamin rizki setiap makhluk baik yang telah, sedang dan akan diciptakan (QS.30:40-QS.11:6) dan pada saat yang sama islam juga menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu (QS.67:15). Dalam perspektif islam, kemiskinan timbul karna berbagai sebab struktural: Pertama: kemiskinan timbul karna kejahatan manusia terhadap alam (QS.30:41) sehingga manusia itu sendiri yang kemudian merasakan dampaknya (QS.42:30). Kedua: kemiskinan timbul karna ketidakadilan dan kebakhilan kelompok kaya (QS.3:180, QS. 70:18) sehingga si miskin tidak mampu keluar dari lingkaran kemiskinan. Ketiga: kemiskinan timbul karna sebagian manusia bersikap dzalim, eksploitatif & menindas kepada manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang batil (QS.9:34), Memakan harta anak yatim (QS.4:2,6,10) dan memakan harta riba (QS.2:275)

Senin, 15 April 2013

MUHAMMAD THE BEST MANAGER

Sudah tercatat dalam sejarah bahwa Muhammad sudah menyandang gelar yatim piatu dari mulai usia beliau 6 tahun setelah ditinggal oleh ibundanya siti aminah. Kemudian Nabi diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib, dan setelah beliau wafat pengawasannya diambil alih oleh paman beliau Abu Thalib. Muhammad tumbuh menjadi pemuda yang mapan, jujur, dan amanah. Sehingga beliau mendapat gelar al amin dan as siddik di kalangan kaum qurays. Muhammad tumbuh dibawah bimbingan Abu Thalib dan banyak belajar bisnis perdagangan dari pamannya. Usianya baru mencapai 12 tahun, namun Muhammad sudah pernah ikut pamannya berdagang ke Syiria. Seiring berjalannya waktu Muhammad mulai berfikir, beliau tahu pamannya bukanlah orang yang berkecukupan, dan hal inilah yang menjadi pertimbangan Muhammad untuk memulai bisnis secara mandiri. Menjadi seorang pembisnis bukanlah hal yang sulit bagi Muhammad, karna beliau sudah punya bekal ketika hidup ikut serta bersama pamannya ke syiria. Beliau memulai usahanya dengan skala yang kecil, sebelum melakukan syirikat bersama Khadijah. Muhammad bukanlah orang yang banyak modal, namun hal tersebut bukanlah hambatan untuk bisnisnya. Muhammad dengan sangat mudah mendapatkan modal dari janda janda kaya dan harta anak anak yatim yang tidak mampu mereka kelola. Pada saat itu masyarakat sangatlah percaya dan beliau mendapat sambutan yang sangat baik untuk mengelola harta mereka dengan prinsip kerja sama. Dianatara pemilik modal Khadijahlah yang menjalankan bisnisnya dengan agen agen besar berdasarkan jenis kontrak yang disepakati. Salah satu mitranya adalah Muhammad. Sejak itu Muhammad mempunyai peluang yang sangat luas untuk memasuki dunia bisnis dengan cara menjalankan modal orang lain, dengan pemberian upah (fee based) ataupun dengan sistem bagi hasil (profit sharing) praktik inilah yang sekarang dekenal dengan akad mudharobah dalam sistem Ekonomi Islam. Dalam usianya yang masih muda, Muhammad sudah mampu menjalankan bisnisnya keseluruh jazirah arab antara lain: Yaman, Syiria, Busra, Iraq, Yordania, bahrain, dan Muhammad pun menjadi manajer perdagangan khadijah ke dibeberapa ekspedisi kelompok dagangnya. Ada sebuah riwayat yang mengisahkan bahwa Rabit bin Badr pernah melakukan kerja sama dengan Muhammad. Setelah beberapa lama, keduanya pernah berjumpa kembali Muhammad mengatakan,”apakah engkau mengenaliku?” ia menjawab,”kau pernah menjadi mitraku dan mitra yang paling baik pula. Engkau tidak pernah menipukudan tidak pernah berselisih denganku.” Kisah di atas telah menjadi cerminan bagi kita ummatnya betapa beliau (Muhammad) menjadi patner yang paling baik, karna sifat jujurnya dan amanahnya. Beliau tidak pernah melakukan kecurang, sehingga sudah dapat dipastikan bahwa Nabi Muhammad adalah pelaku ekonomi yang paling baik sepanjang sejarah peradaban Islam.

Kamis, 11 April 2013

kumpulan hadis hadis dalam muamalah

1. tentang larangan gharar “rasulullah melarang jual beli dengan hasnah dan jual beli gharar (HR.Muslim) 2. tentang larangan transaksi tadlis “dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (qs.al an’am: 152) (qs al muthaffifin :1-5) “sesungguhnya rasulullah pernah melalui sesuatu (tumpukan) makanan yang oleh pemiliknya dipujjinya. kemudian nabi meletakkan tangannya tersebut, ternyata makanan tersebut sangat jelek. lantas nabi bersabda, juallah makanan ini menurut harga yang pantas, sebab barang siapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami. (HR. Ahmad) 3. larangan tentang penimbunan “barang siapa menimbun barang selama empat puluh malam maka sungguh allah tidak lagi perlu kepadanya (hr. ahmad, hakim, ibnu abu syaibah, dan bazzar) 4. larangan jual beli hasil curian dan korupsi “barang siapa membeli barang curian, sedang dia mengetahui bahwa barang tersebut adalah curian maka dia bersekutu dalam dosa yang cacat (HR. Baihaqi) 5. larangan transaksi najasy “rasulullah melarang jual beli najasy (HR. Muttafaq ‘ alaih) 6. larangan mengingkari janji “terkutuklah orang orang yang banyak berdusta, yaitu orang orang yang terbenam dalam kebodohan dan lalai (qs. al dzariyat:10-11) 7. larangan bersumpah meyakinkan pembeli “jauhilah banyak sumpah dalam jual beli, karna sesungguhnya hal itu melariskan (dagangan), tapi menghapus (keberkahan). (HR. Muslim) 8. larangan mempermainkan harga “janganlah seorang muslim menawar tawaran saudaranya (HR. Muslim) 9. larangan memaksa dan menekan “rasulullah melarang jual beli dengan cara cara paksaan dan mengandung penipuan (hr. muslim) 10. larangan mematikan pedagang kecil “....suapaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang orang kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah dia. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (qs. al hasyr:7) “janganlah kalian hadang kafilah kafilah dan janganlah orang orang kota jualan buat orang desa”. (hr. muttafaq ‘alaih) 11. larangan monopoly’s rent seeking/ikhtikar “barang siapa memonopoli maka ia berdosa.” (hr. muslim, abu dawud, tirmidzi, dan ibnu majah) 12. larangan menjual barang haram “sesungguhnya allah apabila mengharamkan sesuatu maka ia mengharamkan juga harganya.” (hr. ahmad dan abu dawud) 13. larangan menyogok (riswah) “allah melaknat penyuap dan yang menerima suap dalam hukum.” (hr. ahmad, tirmidzi, dan ibn hibban. UMUM “seorang laki laki kepada Nabi untuk menagih utang kepada beliau dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk ‘menanganinya’ Beliau bersabda, ‘biarkan dia, sebab pemilik hak berhak untu berbicara; ‘ lalu sabdanya ‘berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini onta umur setahun seperti ontanya (yang dihitung itu). Mereka menjawab, tidak kami dapatkannya kecuali yang lebih tua.’ Rasulullah kemudian bersabda, ‘ berikanlah kepadanya. Sesungguhnya orang yang paling baik dalam membayar” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)

Rabu, 10 April 2013

BAB YANG HILANG

KO-OPTASI BANK ISLAM Apakah kita pernah berpikir muslim mayoritas ternyata tidak menjamin akan menerimaan hukum hukum syariat. Perlu kita ketahui bahwasannya pertumbuhan masyarakat muslim di Indonesia sangatlah besar mencapai angka 90% persen dari jumlah populasi. Tidak dipungkiri ketika kita berkaca pada sejarah di masa pemerintahan presiden Soeharto peran pemimpin Islam tidak memilik peran penting dalam pemerintahan. Setelah adanya oposisi Islam ada sedikit celah yang dibuka dari keran yang selama ini ditutup rapat oleh Soehato karna untuk mendapat dukungan dari oposisi Islam sebagai usaha tidak tergesernya jabatan yang sedang dipegang. Pada saat itu peluang para cendikiawa lebih lebar terbuka dengan restunya dari sang pemimpin sedikit demi sedikit para pemimpin muslim masuk dan dibentuklah Ikatan Cendikianwan Muslim Indonesia (ICMI) yang oleh B.J Habibie yang kemudian menggantikan Soeharto sebagai presiden pasca penggulingan kekuasaan Soeharto pada tahun 1998 yang kita kenal dengan krisis moneter yang melanda Indonesia. Setelah terbentuknya ICMI Soeharto pun menjadi patron Perbankan Islam. Setelah Majlis Ulama Indoensia terbentuk maka MUI mempunyai otoritas muslim tertinggi negara, memutuskan pada agustus tahun 1990 bahwa sistem perbankan yang bebas bunga harus didirikan, bahkan Soeharto sendiri yang menjadi pemimpin dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, memberikan pinjaman bebas bunga kepada MUI untuk deposit awal beridirinya Bank Muamalat Indonesia bebas bunga. Pada awal pembukaan Bank Muamalat tahun 1992 Soeharto menawarkan istana kepresidenannya yang terletak di Bogor Jawa Barat untuk tempat penjualan saham kepada Publik. Pada waktu itu Bank Muamalat Indoensia memiliki saham sebesar 106Milyar rupiah, dengan jumlah sebesar itu Bank Muamalat Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan bank bank yang ada di Indonesia pada saat itu. Bank Muamalat Indonesia menjadi teladan/motivasi bagi perkembangan sektor keungan Islam di Indonesia. Sehingga pada tahun 1994 MUI dan ICMI meluncurkan perusahaan asuransi Islam pertama dengan nama Syarikat Takaful.