Latar Belakang
Teori keuangan konvensional mendasarkan argumennya dengan konsep time value of money. Dalam kesempatan ini, kita akan membantah validasi konsep time value of money tersebut dengan mengajukan konsep yang lebih tepat, yang dinamakan dengan economic value of time. Melalui konsep ini, kita akan memberikan argumentasi ekonomi atas pelarangan riba dalam islam. Karena islam tidak mengenal konsep TIME VALUE OF MONEY yang artinya nilai uang untuk masa yang akan datang. Islam hanya mengenal ECONOMIC VALUE OF TIME yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Hal ini menjelaskan mengapa islam membolehkah deferred paymen pada barang dagangan harga barang kridit lebih tinggi dari pada pada pembelian tunai. Bukanlah semata mata karena uang, akan tetapi lebih kepada waktu yang telah dialokasikan,menagih pembayaran menimbulkan biaya tersendiri.
A. Pengertian Time Value of Money
Time value of money adalah sebuah konsep nilai uang yang dimiliki lebih berharga dibandingkan nilai uang masa yang akan datang. Uang yang dipegang saat ini lebih bernilai karena dapat berinvestasi dan bisa mendapatkan bunga, atau nilai uang yang berubah (cenderung menurun) dengan berjalannya waktu. Sejumlah uang yang diterima oleh investor untuk penggunaanya diluar modal awal itu dinamakan bunga (interest), sedangkan modal awal yang diinvestasikan sering disebut principal. Konsep ini dikembangkan oleh Von Bhom-Bawerk dalam capital in interest dan positive theory of capital memang memang menyebutkan bahwa positive time preference merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional. Diskonto dalam positive time preference ini biasanya didasarkan pada tingkat suku bunga.
Konsep utama TVM adalah bahwa nilai penerimaan pembayaran dimasa depan dapat konversi kenilai setara hari ini. Sebaliknya, kita dapat menentukan nilai uang yang akan tumbuh dimasa depan. Dapat dihitung kelima jika diberi empat dari: suku bunga, jumlah periode, dan pembayaran, present value, dan future value.
B. Konsep Economic Value of Time
Teori economic value of time berkembang pada abad ke-7 masehi. Pada masa saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan, sehingga hubungan debetur/kreditur yang muncul bukan kerena akibat transaksi secara lansung, namun jelas merupakan transaksi “permintaan uang”.
Dalam pandangan islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalm sehari, 7 hari dalm seminggu. Nilai waktu antara satu orang dengan orang yang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi, faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang itu bisa memanfaatkan waktu itu sendiri.
Dalam ekonomi islam, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan harga bai’ mu’ajjal (membayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dibenarkan karena:
1. Jual beli dan sewa menyewa adalah sektor rii yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis)
2. Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajiban (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
Ajaran islam medorong pemeluknya untuk selalu mengenvestasikan tabungannya. Di samping itu, dalam melakukan investasi tidak menuntut secara pasti akan hasil yang akan datang. Hasil investsi dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor yang dapat diprediksikan maupun tidak. Faktor faktor yang dapat dipredikskan atau dihitung sebelumnya adalah: berapa banyak modal, berapa nisbah yang disepakati, berapa kali modal dapat diputar. Sementara faktor efeknya tidak dapat dihitung secara pasti atau sesuai dengan kejadian adalah return (perolehan usaha).
Berdasarkan hal di atas, maka dalam mekanisme investasi menurut islam, persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan dalam bentuk bunga adalah tidak diterima (ditolak). Dengan demikian, perlu dipikirkan bagaimana formula pengganti yang seiring dengan nilai dan jiwa islam. Hubungan formula tersebut dapat ditemukan formula investasi menurut pandangan islam sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS. At Taubah ayat : 34 ).
Teori keuangan konvensional mendasarkan argumennya dengan konsep time value of money. Dalam kesempatan ini, kita akan membantah validasi konsep time value of money tersebut dengan mengajukan konsep yang lebih tepat, yang dinamakan dengan economic value of time. Melalui konsep ini, kita akan memberikan argumentasi ekonomi atas pelarangan riba dalam islam. Karena islam tidak mengenal konsep TIME VALUE OF MONEY yang artinya nilai uang untuk masa yang akan datang. Islam hanya mengenal ECONOMIC VALUE OF TIME yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Hal ini menjelaskan mengapa islam membolehkah deferred paymen pada barang dagangan harga barang kridit lebih tinggi dari pada pada pembelian tunai. Bukanlah semata mata karena uang, akan tetapi lebih kepada waktu yang telah dialokasikan,menagih pembayaran menimbulkan biaya tersendiri.
A. Pengertian Time Value of Money
Time value of money adalah sebuah konsep nilai uang yang dimiliki lebih berharga dibandingkan nilai uang masa yang akan datang. Uang yang dipegang saat ini lebih bernilai karena dapat berinvestasi dan bisa mendapatkan bunga, atau nilai uang yang berubah (cenderung menurun) dengan berjalannya waktu. Sejumlah uang yang diterima oleh investor untuk penggunaanya diluar modal awal itu dinamakan bunga (interest), sedangkan modal awal yang diinvestasikan sering disebut principal. Konsep ini dikembangkan oleh Von Bhom-Bawerk dalam capital in interest dan positive theory of capital memang memang menyebutkan bahwa positive time preference merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional. Diskonto dalam positive time preference ini biasanya didasarkan pada tingkat suku bunga.
Konsep utama TVM adalah bahwa nilai penerimaan pembayaran dimasa depan dapat konversi kenilai setara hari ini. Sebaliknya, kita dapat menentukan nilai uang yang akan tumbuh dimasa depan. Dapat dihitung kelima jika diberi empat dari: suku bunga, jumlah periode, dan pembayaran, present value, dan future value.
B. Konsep Economic Value of Time
Teori economic value of time berkembang pada abad ke-7 masehi. Pada masa saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan, sehingga hubungan debetur/kreditur yang muncul bukan kerena akibat transaksi secara lansung, namun jelas merupakan transaksi “permintaan uang”.
Dalam pandangan islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalm sehari, 7 hari dalm seminggu. Nilai waktu antara satu orang dengan orang yang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi, faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang itu bisa memanfaatkan waktu itu sendiri.
Dalam ekonomi islam, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan harga bai’ mu’ajjal (membayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dibenarkan karena:
1. Jual beli dan sewa menyewa adalah sektor rii yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis)
2. Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajiban (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
Ajaran islam medorong pemeluknya untuk selalu mengenvestasikan tabungannya. Di samping itu, dalam melakukan investasi tidak menuntut secara pasti akan hasil yang akan datang. Hasil investsi dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor yang dapat diprediksikan maupun tidak. Faktor faktor yang dapat dipredikskan atau dihitung sebelumnya adalah: berapa banyak modal, berapa nisbah yang disepakati, berapa kali modal dapat diputar. Sementara faktor efeknya tidak dapat dihitung secara pasti atau sesuai dengan kejadian adalah return (perolehan usaha).
Berdasarkan hal di atas, maka dalam mekanisme investasi menurut islam, persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan dalam bentuk bunga adalah tidak diterima (ditolak). Dengan demikian, perlu dipikirkan bagaimana formula pengganti yang seiring dengan nilai dan jiwa islam. Hubungan formula tersebut dapat ditemukan formula investasi menurut pandangan islam sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS. At Taubah ayat : 34 ).
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Luqman ayat : 34)
Dari ayat di atas, sungguh sangat jelas bahwa kita tidak akan mengetahui apa apa yang akan terjadi dihari esok. Oleh sebab itu, konsep time value of money di tolak dalam ekonomi islam.
Hal ini juga di pertegas dalam sebuah hadis yang berbunyi : Rasulullah Saw bersabda. Waktu itu seperti pedang, jika kita tidak bisa menggunakan dengan baik, maka ia akan memotong kita.
Menurut Sayyid Qutb Waktu itu hidup. Namun, penghargaan islam terhadap waktu itu tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap.
C. Kritikan Ekonomi Islam Terhadap Time Value Of Money
Dari ayat di atas, sungguh sangat jelas bahwa kita tidak akan mengetahui apa apa yang akan terjadi dihari esok. Oleh sebab itu, konsep time value of money di tolak dalam ekonomi islam.
Hal ini juga di pertegas dalam sebuah hadis yang berbunyi : Rasulullah Saw bersabda. Waktu itu seperti pedang, jika kita tidak bisa menggunakan dengan baik, maka ia akan memotong kita.
Menurut Sayyid Qutb Waktu itu hidup. Namun, penghargaan islam terhadap waktu itu tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap.
C. Kritikan Ekonomi Islam Terhadap Time Value Of Money
Sebagian besar teori tentang manajemen keuangan dibangun berdasarkan konsep nilai dan waktu dari uang yang mengasumsikan bahwa nilai uang sekarang relatif lebih besar ketimbang dimasa yang akan datang. Sedangkan di sisi lain, tidak didapati penjelasannya dalam fiqh dan mu’amlah meskipun perdebatan tentang jual beli tangguh (ba’i mu’ajjal) termasuk diskusi yang tidak sedikit diantara para ulama. Namun, di dalam islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang di cari adalah keuntungan dunia dsn akhirat. Oleh sebab itu, pemanfaatan waktu itu bukan saja harus efektif efisien , namun ia juga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan membawa keuntungan di akhirat, sebaliknya, iman yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia berarti ada hal hal yang belum di amalkan.
Dalam ekonomi konvensional time value of money di definisikan sebagai. “a dollar today worth more than a dollar in the future because a dollar today be invested to get a return .( satu dolar hari ini lebih berharga dari satu dolar di masa mendatang karena satu dolar hari ini dapat diinvestasikan untuk mendapatkan kembali.)
Definisi ini tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapat positive, negative atau no return. Itu sebabnya dalam teori finance, selalu dikenal risk retunt relationship.
Bagi ekonomi konvensional ada 2 hal yang menjadi alasan intuisi mereka akan konsep time value of money:
a. Presence of inflation
Katakanlah tingkat suku bunga inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli es potong hari ini dengan membayar sejumlah Rp. 10.000,_. Namun bila ia membelinya tahun depan, dengan jumlah uang yang sama yaitu Rp. 10.000,_ ia hanya dapat membeli sembilan es potong. Oleh karena itu ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat inflasi.
b. Preference present consumption to future consumption
Bagi umunya individu, present lebih disukai dari pada future consumption. Katakanlah tidak ada tingkat inflasi, sehingga dengan uang Rp. 10.000,_ seseorang tetap bisa membeli sepuluh buah es potong saat ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi sepuluh buah es potong saat ini lebih disukai daripada mengkonsumsi sepuluh buah es potong tahun depan. Dengan argumentasi ini, meskipun suatu perekonomian tingkat inflasinya tidak ada, seseorang lebih menyukai Rp. 10.000,_ saat ini dan mengkonsumsi saat ini juga. Oleh karena itu untuk menunda konsumsi, ia meminta kompensasi.
Argumen yang pertama tidak dapat di terima karena tidak lengkap kondisinya. Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan deflasi. Bila keadaan inflasi menjadi alasan adanya time value of money, seharusnya keberadaan deflasi menjadi alasan adanya negative time value of money. Katakanlah tingkat deflasi 10 & per tahun. Seseorang dapat membeli 10 buah es potong saat ini dengan jumlah Rp. 10.000,_. Namun bila ia membelinya tahun depan dengan jumlah uang yang sama yaitu Rp. 10.000,_, ia dapat membeli sebelas buah es potong. Oleh karena itu, ia akan memberi kompensasi untuk naiknya daya beli uangnya akibat deflasi . Inikah yang berlaku? Ternyata tidak. Hanya satu kondisi saja yang diakomodir oleh konsep time value of money, yaitu kondisi inflasi. Sedangkan kondisi deflasi diabaikan.
Untuk argumen yang yang kedua akan di jelaskan di bawah ini:
Ketidak pastian Laba
Sebenarnya dalam ekonomi konvensional, penerapan time value of mone tidak senaif yang dibayangkan, misalnya dengan mengabaikan ketidak pastian return yang akan diterima. Bila unsur ketidakpastian return ini dimasukkan, ekonomi konvensioanal menyebut kompensasinya sebagai discound rate. Jadi, istilah discound rate lebih bersifat umum dibandingkan istilah interest rate .
Certainty of Return: Kepastian akan Keuntungan Uncertainty of Return: Ketidakpastian dari Keuntungan.
Disebut interest rate: suku bunga Disebut discound rate: tingkat diskonto
Real interest rate ditentukan oleh preferensi current consumption (Tingkat bunga riil ditentukan oleh preferensi konsumsi saat ini)
Nominal interest rarte = real interest rate+expected inflation (tingkat bunga riil, inflasi yang diharapkan)
Discound rate= real interest rate+ expected inflation + premium for uncertainty: tingkat bunga riil diperkirakan inflasi, premium bagi ketidakpastian
Jadi, dalam ekonomi konvensional ketidakpastian return dikonversi menjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainty. Dalam setiap investasi tertentu selalu ada probabiliti untuk mendapatkan positif return, negatif return, dan no return. Adanya probabiliti inilah yang menimbulkan uncertainty (ketidakpastian) dengan sesuatu yang pasti, yaitu premium for uncertainty.
Katakanlah probabiliti positive return dan negative return masing masing sebesar 0,4; sedangkan probabiliti no return sebesar 0,2. Yang dilakukan dalam perhitungan discound rate adalah mempertukarkan probabiliti negative return (0,4) dan probabiliti no return (0,2) ini dengan premium for uncertainty, sehingga yang tersisa tinggal probabiliti untuk positive return (1,0).
keadaan Natural Uncertainty
(Probability) Discound Rate
(Probability)
Positive Return
No Return
Negative Return 0,4
0,2
0,4 1,0
0,0
0,0
Keadaan inilah yang ditolak dalam ekonomi islam syari’ah, yaitu keadaan al ghunmu bi la ghurmi (gaining return without responsible for any risk) dan al kharaj bi la dhaman (gaining income without responsible for any expense). Sebenarnya keadaan ini juga ditolak oleh teori finance, yaitu dengan menjelaskan adanya hubungan antara risk dan return.
Dalam ekonomi syariah, penggunaan sejenis discound rate dalam menentukan harga mu’ajjal (bayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dapat dibenarkan:
1. Jual beli dan sewa menyewa adalah transaksi yang termasuk dalam sektro riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis).
2. Tertahannya hak sipenjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain
Discound rate dapat pula digunakan dalam menentukan nisbah bagi hasil. Dalam hal ini, nisbah dikalikan dengan actual return, bukan dengan expected return. Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa, karena dalam transaksi bagi hasil hubungannya bukan antara penjual dan pembeli, atau penyewa dan yang menyewakan. Yang ada adalah hubungan antara pemodal dan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi, tidak ada pihak yang telah melaksanakan kewajibannya, tapi masih tertahan haknya. Sipemodal telah melaksanakan kewajibannya, yaitu memberikan sejumlah modal, yang memprodukifkan modal juga telah melaksankan kewajibannya, yaitu memproduktifkan modal tersebut. Hak bagi mereka berdua akan timbul ketika usaha memproduktifkan modal tersebut telah menghasilkan pendapatan atau keuntungan tersebut. Sesuai dengan kesepakantan awal, apakah bagi hasil itu itu akan dilakukan berdasarkan pendapatan (ravanue sharing) atau berdasarkan keuntungan. (profit sharing)
Certainty in Return Uncertainty in Return
conventional Islamic conventional islamic
Interest rate ditentukan oleh:
1. Preferensi current consumption
2. Expected inflation Keuntungan dalam jual beli/sewa secara tangguh bayar ditentukan oleh:
1. Tingkat keuntungan setiap kali transaksi
2. Frekuansi transaksi dalam satu periode Discound rate ditentukan oleh:
1. Preferensi current consumption
2. Expected inflation
3. Premium for uncertainty
Dengan kata lain, actual return dipaksakan harus sama denga expected returnnya. Discound rate ditentukan atas dasar ekspektasi keuntungan, dan digunakan untuk menentukan nisbah bagi hasil. Bagi hasil yang harus dibayar adalah nisbah bagi hasil yang dikalikan dengan actual returnnya. Dengan kata lain actual returnya tidak harus sama dengan expected returnnya.
D. PERBEDAAN TIME VALUE OF MONEY dan ECONOMIC VALUE OF TIME
Disini kita lebih mengambil dari perbedaan secara umum, maksudnya tidak hanya perbedaan pada time value of money dan economic value of time. Akan tetapi pada penerapan ekonomi islam dan ekonomi konvensionalnya. Ada beberapa perbedaan dalam time value of money dan economic value of time yaitu:
1. Rasionaliti ekonomi konvensional adalah rational economice man adalah tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dalam pembelanjaan dan unsur waktu adalah terbatas hanya di dunia saja tanpa mengambilkira hari akhirat. Sedangkan dalam ekonomi Islam jenis manusia yang hendak dibentuk adalah Islamic man (‘Ibadurrahman), (QS 25:63). Islamic man dianggap perilakunya rasional jika konsisten dengan prinsip-prinsip Islam yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang seimbang. Tauhidnya mendorong untuk yakin, Allah-lah yang berhak membuat rules untuk mengantarkan kesuksesan hidup. Ekonomi Islam menawarkan konsep rasionaliti secara lebih menyeluruh tentang tingkah laku agen-agen ekonomi yang berlandaskan etika ke arah mencapai al-falah, bukan kesuksesan di dunia malah yang lebih penting lagi ialah kesuksesan di akhirat.
2. Tujuan utama ekonomi Islam adalah mencapai falah di dunia dan akhirat, sedangkan ekonomi konvensional semata-mata kesejahteraan duniawi.
3. Sumber utama ekonomi Islam adalah Al-Quran dan Al-Sunnah atau ajaran Islam. Berbeda dengan ekonomi konvensional yang berdasarkan pada hal-hal yang bersifat positivistik.
4. Islam lebih menekankan pada konsep need daripada want dalam menuju maslahah, karena need lebih bisa diukur daripada want. Menurut Islam, manusia mesti mengendalikan dan mengarahkan want dan need sehingga dapat membawa manfaat dan bukan madarat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
5. Orientasi dari keseimbangan konsumen dan produsen dalam ekonomi konvensional adalah untuk semata-mata mengutamakan keuntungan. Semua tindakan ekonominya diarahkan untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Jika tidak demikian justru dianggap tidak rasional. Lain halnya dengan ekonomi Islam yang tidak hanya ingin mencapai keuntungan ekonomi akan tetapi juga mengharapkan keuntungan rohani dan al-falah. Keseimbangan antara konsumen dan produsen dapat diukur melalui asumsi asumsi secara jelas. Memang untuk mengukur pahala dan dosa seorang hamba Allah, tidak dapat diukur dengan uang, akan tetapi hanya merupakan ukuran seberapa besar dan taat kita kepada Allah.
KESIMPULAN
Pentingnya sebuah konsep Time Value Of Money dalam pengelolaan keuangan sehingga hal in dapat digunakan untuk membandingkan alternatif investasi dan untuk memecahkan masalah yang melibatkan pinjaman, sewa, tabungan dan anuitas. Time Value Of Money didasarkan konsep bahwa nilai uang yang dimilki saat ini adalah lebih besar/berharga daripada nilai uang yang akan diterima satu dolar dimasa depan uang yang dipegang saat ini bernilai lebih karena dapat berinvestasi dan bisa mendapatkan bunga.
dalam islam tdak mengenal adanya time value of money. Yang dikenal adalah economic value of time. teori time value of money adalah sebuah kekeliruan besar karena mengambal dari ilmu teori pertumbuhan populasi dan tidak ada di ilmu finance. dalam menghitung pertumbuhan populasi digunkan rumus:
rumus ini kemudian di adobsi begitu saja dalam ilmu finance sebagai teori bunga majemuk menjadi:
jadi, future value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahunke-t, present value dari uang dianalogikan ddengan jumlah populasi tahun ke-0, sedangkan tingka suku bunga dianalogikan dengan tngkat pertumbuhan populasi. Jelas in sangat keliru besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang dapat berkembang biak dengan sendirinya. Waktu adalah pedang, kata pada “pedang” menggambarkan betapa waktu itu sangat berharga. Bukan berati wajtu itu bisa dinilai dengan rupiah atau satuan apapun. Dalam islam kita tidak hanya beorientasi pada keuntungan, akan tetapi mengharapkan keuntungan pada ridho Allah. Islam juga mengajarkan kita untuk mengendalikan kebutuhan dari pada keinginan, jangan sampai kita yang dikendalikan. Dalam ekonomi islam landasan yang dipakai adalah Al Quran dan Al Hadist, sedangkan ekonomi konvensional lebih pada positivistik. Dalam ekonomi islam tujuan yang ingin dicapai bukan hanya dunia saja, tapi akhirat juga. Sedangkan ekonomi konvensional hanya bertujuan senang didunia saja. Mereka menganggap seakan akan akhirat itu hanya dongeng yang dibacakan oleh orang tua untuk anaknya saat mau tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Ir. Adiwarman. 2009, Bank Islam, Ed 3-6, Jakarta: Rajawali Pers.
Karim, Ir. Adiwarman. 2007, Ekonomi Makro Islami, Ed 2, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mun’im, Fathan, 2008, Selayang Pandang, Ekonomi Islam & Perbankan Syariah, Pontianak: STAIN Pontianak Press.
Hidayat, Muhammad, MBA. 2010, an Intoduction to THE SHARIA ECONOMIC, Jakarta: Zikrul Hakim (Anggota IKAPI)
(Dikutip dan diselaraskan dari http://jacksite.wordpress.com/2007/04/24/hukum-harga-tangguh-time-value-of-money-dalam-islam/ pada tanggal 12 oktober 2011)
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=12023
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/?p=1505
(dikutip dan diselaraskan dari http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/perbedaan-mendasar-ekonomi-islam-dan-ekonomi-konvensional/
(Dikutip dan diselaraskan dari http://yunada.student.umm.ac.id/2010/12/02/time-value-of-money-vs-economic-value-of-time-3/)
(Dikutip dan diselaraskan dari http://haryono_putro.staff.gunadarma.ac.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar