Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakaatuhu.
Ahlan kapada diri pribadi saya ucapkan :)
sudah berapa tahun saya meningglkan rumah ini?kalau dilihat postingan terakhir tanggal 26 Februari 2015, tahun setelah sidang skrips. mayan lama yah ya, dan mungkin sudah cukup berdebu dan banyak sarang laba-laba ya. hihihi
Bahkan saya sendiri sebenarnya sudah lupa kalau punya rumah sendiri aka blog.
Ceritanya tadi dapat notifikasi di email.
sebenarnya saya ingin bercerita sedikit ni tentang Kampus baru saya, iya baru 2 tahun. heheh
tapi, belum sampai 2 tahun juga sih. insha allah Januari tahun depan baru 2 tahun.
banyak lika liku, sedih, dan bahagia (kayak drama korea ya.)^_^
malah lebih dari drama korea. asyiikkk.
tapi nanti dulu aja deh postingnya. soalnya masih ada deadline thesis yang harus diselesaikan karena sebenarnya udah lama banget ditagih oleh pembimbing (supervisor)
Syariah Ekonomi Islam
Rabu, 29 Agustus 2018
Kamis, 26 Februari 2015
Ekonomi Islam dalam kacamata Hukum Islam
A. Latar Belakang
Setiap ekonomi memilik cirikhas masing-masing yang akan membentuk pondasi-pondasinya. Ciri ekonomi kapitalis muncul karena adanya industrilisasi yang memfasilitasi manusia melalui dalam sains dan teknologi yang berdasarkan kebebasan ekonomi tanpa adanya campur tangan pemerintah.
Ekonomi sosialis muncul sebagai reaksi terhadap kapitalis yang menganut kontrol negara sepenuhnya terhadap perekonomian dan kepemilikan.
Sedangkan Ekonomi Islam menganut keadilan dan kejujuran. Dalam Islam manusia adalah khalifah yang telah diberikan hak kepemilikan terbatas, Islam juga mengakui campur tangan negara dalam kegiatan ekonomi demi menjamin kesejahteraan warganya.
B. Rumusan Masalah
a. Seperti apakah ciri Ekonomi Islam?
b. Seperti apakah prinsip dalam Ekonomi Islam?
c. Seperti apakah ekonomi Islam mengatur kebijakan yang berkaitan mikro dan makro?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui prinsip yang terkandung dalam sistem ekonomi Islam
b. Untuk memaparkan seperti apakah Islam mengatur sistem perekonomian dalam aspek kehidupan
D. Manfaat Penelitian
a. Memahami prinsip-prinsip yang terkandung dalam sistem ekonomi Islam
b. Memahami sistem pergerakan ekonomi Islam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Chaudry, ciri khusus ekonomi Islam adalah Allah adalah maha pemberi sesuai dengan Al-Qur’an Surah Huud : 6
Dari Abu Darda mng menyatakan, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Rezeki itulah yang mencari seorang hamba Allah sebagaimana kematian mencarinya” (HR. Abu Na’im)
Prinsip dalam ekonomi Islam digambarkan dalam Qs. Al-Ma’idah : 87-88 dan adanya prinsip keadilan yang berlaku disemua wilayah kegiatan manusia. Baik dibidang hukum, sosial, politik maupun ekonomi
Umer Chapra (2001) Ekonomi Mikro dalam dukungan teoritis, ekonomi Islam menganggap kebebasan absolut serta hak milik pribadi keduanya sama-sama penting, namun belum cukup untuk mewujudkan tujuan kemanusiaan. Ekonomi Islam membolehkan pemenuhan kebutuhan pribadi untuk mewujudkan efisiensi dan pembangunan yang besar namun, membatasi dan merestrukturisasi pencapaian tujuan pribadi dengan memasukan perintah moral kedalam model.
Dalam kebijakan ekonomi makro terdapat dua pembahasan yaitu kebijakan fiskal yang merupakan kegiatan yang berkaitan atau berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran negara, biasanya berisikan tentang mananjemen pajak dan penerimaan lain yang efesien, penganggaran yang terkontrol dan efektif terhadap pengeluaran Negara. Dan kebijakan moneter yang membahas tentang uang dimana uang memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai aktivitas ekonomi.
BAB III METODE PENULISAN
karya tulis ini disusun menggunakan metode studi pustaka, mempelajari literatur-literatur dari berbagai sumber buku dan kemudian dianalisis oleh penulis.
BAB IV PEMBAHASAN
1. Ciri Khusus Ekonomi Islam
1.1 Allah maha pemberi
Salah satu prinsip yang dimiliki ekonomi Islam adalah bahwa Allah maha pemberi, Allah yang meluaskan dan menyempitkan rezeki, memberi penghidupan pada manusia melalui isi dari seluruh alam yang diciptakan-Nya. Ayat-ayat yang menjelaskan prinsip diatas diantaranya :
Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh mahfuz). (Qs. Huud : 6)
Artinya : Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.(Qs. Al – Israa’ : 30)
Artinya : Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (Qs. Fathir : 3)
Semua ayat tersebut, menjelaskan betapa Allah telah bersungguh sungguh untuk mencukupi dan hanya Dia yang mampu menghadirkan rezeki bagi setiap makhluk ciptaan-Nya. Allah telah menyatakan bahwa hanya Dia yang dapat melapangkan dan menyempitkan rezeki dan itu menunjukkan bahwa Allah yang kuasa untuk membuat rezeki seseorang menjadi lebih lancar atau lebih luas dari orang lain. Seandainya Allah membuat rezeki semua orang sama, maka kehidupan manusia akan menjadi sangat membosankan. Tidak ada orang kaya atau miskin, tidak ada yang diperlukan dan memerlukan, tidak ada majikan maupun buruh, tidak dapat pasar, keinginan dan seterusnya.
1.2 Allah adalah pemilik sejati dari segala
Kaidah ini menjelaskan bahwa manusia sebagai khalifah hanya menjadi penggarap dari apa yang dimiliki Allah. Pada intinya segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini adalah milik Allah dan Dialah pemilik sejati. Namun, Allah telah memberikan sebagian hak kepada hamba-Nya tersebut dengan batasan batasan sesuai dengan AL-Qur’an.
Artinya : Kepunyaan Allah lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah lah dikembalikan segala urusan.(Qs. Ali Imran : 109)
Konsep yang menyatakan bahwa kepemilikan itu mutlak hanya ditangan Allah. Ayat diatas menyatakan bahwa kepemilikan itu dilimpahkan kepada manusia tidak lain untuk menguji manusia baik amal ketika mendapatkan rizki maupun amal dalam menafkahkannya. Amanah ini mempunyai prinsip bahwa manusia tidka boleh menimbun harta dan memperlakukan sebagai milik sepenuhnya dan menghalangi orang lain untuk menggunakannya.
Dalam konsep ini seluruh skema sirkulasi harta melalui sedekah dan zakat dan mendistribusikan kekayaan melalui cara yang disyariatkan.
2. Tujuan Ekonomi Islam
2.1 Pencapaian Falah
Tujuan yang pertama dan yang paling utama dalam ekonomi Islam adalah falah atau kesejahteraan umat manusia di dunia maupun di akhirat.
Artinya : Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Qs. Al – Baqarah : 201)
Konsep falah merujuk pada kebahagiaan spiritual, moral, sosial dan ekonomi di dunia dan kesuksesan diakhirat. Dalam lini mikro falah merujuk pada situasi seorang individu yang dicukupi kebutuhan dasarnya dengan baik.
Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan dari suatu masyarakat tergantung pada pemeliharaan lima tujuan dasar yaitu: agama; hidup atau jiwa; keluarga atau keturunan; harta atau kekayaan; dan akal. Oleh karena itu konsep yang dibawa oleh Imam Ghazali berkaitan dengan konsep ekonomi falah yang merujuk pada kesejahteraan materil semua warga negara yang bertujuan mencapai kesejahteraan ekonomi dan kebaikan masyarakat.
2.2 Tegaknya Keadilan sosial
Salah satu tujuan ekonomi Islam adalah menegakkan keadilan sosial/ekonomi diseluruh anggota masyarakat. Al – Qur’an menyatakan : “dan Dia menciptakan dibumi itu gunung-gunung yang kukuh diatasnya. Dia memberkahinya dan menentukan padanya kadar makanan-makanan (Penghuni) nya dalam empat masa. (penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Fusshilat: 10)
Allah telah menempatkan makanan dan karunia diatas bumi bagi semua orang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun karena distribusi yang tidak merata menyebabkan masyarakat yang berkecukupan atau memiliki harta banyak akan semakin kaya dan orang yang kekurangan harta atau miskin akan semakin miskin pula.
Al–Qur’an menyatakan : “dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (Qs. Al – Baqarah : 43)”.
Dalam rangka menjadikan distribusi sumber kekayaan menjadi adil sistem ekonomi Islam menetapkan sistem zakat dan sedekah yang terperinci.
2.3 Mengutamakan persaudaraan
Salah satu tujuan ekonomi Islam adalah menegakkan persaudaraan diantara kaum muslimin. Dalam Al-Qur'an surah Al–Baqarah : 177, Allah berfirman “Bukanlah menghadapkan wajahmu menghadap kearah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya dan menunaikan zakat;.....”.
Dengan menyuruh kaum kaya dan berharta menunaikan zakat dan memberikannya kepada kaum miskin, kerabat, anak yatim dan mereka yang memerlukan, Islam meletakkan pondasi persaudaraan, persahabatan, dan cinta diantara seluruh umat muslim.
Dr. Khalifah Abdul Hakim menuliskan : “Islam ingin membentuk kehidupan ekonomi masyarakat sedemikian rupa sehingga pembagian kelas antara kaum kaya dan kaum miskin tidak mungkin terwujud.
Syiakh Mahmud Ahmad dalam bukunya Economis Of Islam mengatakan : “persaudaraan manusia tidak dapat terwujud hanya dengan membungkuk bersama antara penguasa dan rakyat, pangeran dan pertani, pemilik pabrik dan buruh, sambil merapatkan bahu kepada Tuhan, melainkan harus ditegakkan diatas pondasi yang kukuh bahkan diluar masjid dimana raja dan pangeran serta pemilik pabrik dibuat bersama-sama bertanggunggjawab terhadap kebutuhan dasar rakyat, petani dan buruh.
Muhammad Abdul Mannan dalam bukunya Islamic Economic: “Theory and practice, menyatakan sholat membangkitkan rasa persamaan dan persaudaraan antara kaum kaya dan kaum miskin, yang tinggi dan yang rendah, sedangkan zakat meletakkan rasa persaudaraan diatas landasan yang kukuh dengan menjadikan si kaya dan kaum kapitalis bertanggungjawab atas kehidupan kaum miskin.
Pemaparan diatas menunjukan bahwa ekonomi Islam melalui zakatnya, sedekah sebagai wujud untuk membantu kaum miskin, menciptakan harmoni sosial dan menciptakan persaudaraan antar bagian-bagian dalam masyarakat.
3. Mikro dalam Ekonomi Islam
3.1 Konsumsi
Mengingat hal itu sangat penting maka, Islam mengajarkan kesederhanaan, kontrol diri dan kehati-hatian dalam membelanjakan kekayaan. Didalam ilmu ekonomi, konsumsi bermakna membelanjakan kekayaan untuk memenuhi keinginan manusia seperti makanan, pakaian dan perumahan, kebutuhan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, dll.
3.1.1 Prinsip-prinsip konsumsi
Prinsip dalam konsumsi yang digariskan dalam Islam, yaitu konsumsi barang halal, konsumsi barang suci, dan tidak berlebihan
Pertama, prinsip barang halal : seorang muslim dipinta oleh Islam untuk memakan makanan halal
Al – Qur’an mengatakan : “......, Makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya.” (Qs. Al – Ma ‘idah : 88)
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,......” (Qs. Al – Ma ‘idah : 3)
Prinsip halal haram dalam Islam diharuskan membelanjakan penghasilannya hanya pada barang yang halal, dan dilarang membelanjakannya pada barang yang haram seperti minuman keras, narkotika, pelacuran, judi, kemewahan, dsb.
Kedua, prinsip kebersihan dan menyehatkan : Al – Qur’an memerintahkan manusia: “hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di Bumi,dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Al–Baqarah : 168)
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepadanya kamu menyembah, ...”(Qs. Al – Baqarah: 172)
Kata yang digunakan oleh Al–Qur’an adalah Thayyib yang bermakna menyenangkan, manis, di izinkan, menyehatkan, suci, dan kondusif untuk kesehatan. Jabir melaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu hendak tidur, matikan lampu, tutup pintu dan tutuplah tempat makanan dan minuman” (HR. Bukhari)
Ketiga, prinsip kesederhanaan : dalam konsumsi berarti bahwa haruslah mengambil makanan dan minuman sekadarnya dan tidak berlebihan karena makanan berlebihan itu berbahaya bagi kesehatan. Al – Qur’an menyatakan
“...., makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs. Al – A’raf : 31).
Prinsip kesederhanaan ini juga berlaku bagi pembelanjaan. Orang tidaklah boleh berlaku kikir maupun boros. Al – Qur’an menyatakan:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Qs. Al – Furqon : 67)
Rasulullah bersabda : “Cukuplah bagimu dari dunia ini jika telah terkenyangkanlah laparmu, tertutupi tubuhmu dan engkau punya tempat tinggal untuk kau tinggali,...” (HR. Tirmidzi)
Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa kebutuhan dasar hidup meliputi rumah, pakaian, dan makanan untuk menghilangkan lapar dan haus.
3.1.2 kesederhanaan dalam konsumsi
Allah menyebut kaum muslimin dalam AL-Quran sebagai umat pertengahan. Pertengahan yang dimaksud adalah kesederhanaan dan keseimbangan dalam semua hal. Dalam konsumsi, harta maupun makanan serta sikap adalah hal yang utama. Berlebih lebihan ataupun kikir adalah dilarang oleh Islam.
Kikir ialah sikap atau keputusan untuk tidak membelanjakan hartanya sesuai kemampuan yang yang dimiliki, sama hal nya ketika hendak bersedekah. Ayat dalam AL-Quran yang mencela sikap kikir adalah :
Artinya “Sekali kali janganlah orang orang orang yang kikir dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kekikirannya itu baik bagi mereka. Sebenarnya kekikiran itu adlah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) dilangit dan di bumi. Allah mengetahui apa yang yang kamu kerjakan”.(Qs. Ali Imran: 180)
3.2 Distribusi
Distribusi dalam ilmu ekonomi mengatur tentang pembagian kekaynaan yang dihasilkan para pelaku ekonomi kepada saudara saudaranya yang membutuhkan. Jika distribusi kekayaan di laksanakan dengan baik tentu tidak ada kesenjanga antara di kaya dan si miskin, distribusi kekayaan yang merata ini lah yang dapat menyebabkann terwujudnya kesejahteraaan, kedamaian dan kemakmuran.
Seperti yang telah ada pada tujuan ekonomi Islam di atas bahwa falah adalah hal yang ingin dicapai dari diterapkannya sistem ekonomi Islam, Falah untuk para pemeluknya dari dunia hingga akhirat. Falah tidak akan tercapai jika distribusi kekayaan tidak merata, dan sistim ekonomi Islam mencoba untuk menegakkan aturan distribusi kekayaan yang merata antar anggota masyarakat muslim dengan mengambil tindakan efektif . firman Allah dalam QS. Al-Hasyr : 7 . “....supaya harta itu jangan beredar di antara orang orang kaya saja diantara kamu....”
Itu artinya kekayaan tidak boleh terkonsentrasi pada satu orang saja melainkan harus disirkulasikan pada semua lapisan masyarakat dan memenuhi kebutuhan hajat semua orang. Teori distribusi kekayaan yang dibawa oleh Islam berdasarkan filosofi yang sangat jelas Allah adalah pemilik segala sasuatu baik yang ada dilangit dan yang ada dibumi, Allah lah produsen kakayaan yang sebenarnya. Oleh karena itu Allah adalah pemilik dan produsen kekayaan maka, bagian Allah didalam kekayaan itu pun besar.
Upaya untuk mewujudkan sirkulasi kekayaan yang adil, jujur dan merata Islam menetapkan tindakan yang positif yang mencakup zakat, hukum pewarisan dan kontribusi lainnya yang bersifat wajib maupun suka rela sedangkan prohibitif mencakup dilarangnya ribaa, menimbun, judi dan semua upaya yang mendapatkan harta secara tidak wajar. Tidak jujur, tidak bermoral dan tidak adil.
4. Makro dalam Ekonomi Islam
4.1 Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam
Kebijakan Fiskal merupakan kegiatan yang berkaitan atau berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran negara, biasanya berisikan tentang mananjemen pajak dan penerimaan lain yang efesien, penganggaran yang terkontrol dan efektif terhadap pengeluaran Negara. Seluruh penerimaan dari zakat, usyr, dan pendapatan lainnya akan ditransfer ke Baitulmal (kas Negara) untuk membiayai pengeluaran bagi kesejahteraan kaum fakir dan miskin dan penerimaan lainnya serta sumber-sumber bukan pajak dialokasikan untuk membiayai pengeluaran administrasi pemerintahan proyek-proyek pengembangan ekonomi dan pembayaran hutang negara dan hal-hal lainnya yang memiliki karakter penerimaan dan modal. Dengan demikian anggaran dalam negara Islam juga terdiri dari dua macam yaitu anggaran kesejahteraan (welfare budget) dan anggaran umum (general budget). Untuk pembahasan walfe budget akan dibahas di sub penerimaan pajak.
4.1.1 Penerimaan Negara
Penerimaan harta publik (Baitulmal) pada masa Rasululllah mencankup zakat, usry, khums, fa ‘iz, jizyah, dan kharaj. dari semua sumber penerimaan Negara tersebut diadakan dan digunakan oleh negara yang membiayai berbagai pengeluaran penting.
a. Zakat
Pemungutan zakat berdasarkan Al-Qur’an surah Al–Baqarah : 43 dan At – Taubah : 103
Artinya : “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (Qs. Al – Baqarah : 43)
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. At – Taubah : 103)
Zakat bukan hanya pajak melainkan juga sebagai amal ibadah dan merupakan rukun Islam. Selain itu zakat juga merupakan komponen penting dalam struktur finansial Negara Islam.
b. Al–Usry
Al–Usry merupakan pajak dari produk pertanian. Istilah Usry tidak kita jumpai dalam Al – Qur’an tapi dalam Qs : 2 : 267 dan Qs : 6 : 141 merujuk kepadanya, berdasarkan kedua atas tersebut itulah maka usry dipungut.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs : 2 : 267)
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS : 6 : 141)
Berdasarkan ayat diatas maka Rasulullah membuat regulasi sebagai pedoman dalam persoalan Ursy.
Pertama : Ursy dipungut atas produk pertanian dari tanah orang-orang yang masuk Islam dan tetap mereka miliki.
Kedua : Ursy diklasifikasikan menjadi dua yakni, produk pertanian seperti jagung; sayur mayur dan produk perkebunan seperti buah-buahan; madu.
Ketiga : menurut hadits dan sunnah Nabi tarif Ursy s1/10 atau 10 percent dari produk tanpa irigasi buatan dan 1/20 atau 5 percent jika tanaman tersebut diairi dengan upaya seperti sumur dan timbah dan dihitung sebelum dikurangi dengan segala biaya produksi.
Empat : Nisab pada produk pertanian yang terkena Ursy adalah 5 wasaq atau 948 kg. Tidak ada Ursy jika kurang dari itu
Kelima : Ursy produk pertanian dibayar pada saat panen
c. Al–Khums
Seper lima bagian penerimaan Negara Islam yang berasal dari hal berikut:
Pertama : Rampasan perang adalah objek khums berdasarkan ketentuan Al – Qur’an. Dalam Qs. Al – Anfal : 41.
Kedua : Khums atas produk pertambangan atau mineral yang dipungut oleh Negara sebesar 20 percent.
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ibnu Hanbal, barang tambang harus dipungut khumsnya yakni 2,5 percent.
Ketiga : khums atas harta timbunan atau rikaz
Keempat : khums juga ditarik atas apa yang diambil dari laut seperti mutiara, ambergris
d. Al–Jizyah
Jizyah berarti imbalan atau kompensasi. Jizyah merupakan pajak yang dipungut oleh Negara Islam kepada masyarakat non muslim sebagai imbalan bagi perlindungan atas harta dan nyawa mereka. Jizyah dipungut berdasarkan Al – Qur’an surah At – Taubah : 29
Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” ( Qs. At–Taubah : 29)
Pada masa itu Rasul menetapkan tarif Jizyah sebesar satu dinar atau dua belas dirham per tahun. Ketika Umar menjabat sebagai khalifah tarif Jizyah diklasifikasikan menurut tingkat pendapatan pembayarannya. Bagi kaum kaya tarif nya adalah empat dinar, untuk kaum dengan tingkatr ekonomi menengah terifnya sebesar dua dinar, sedangkan bagi kaum dengan tingkat ekonomi kebawah tarifnya sebesar satu dinar. Bagi kaum dzimmi yang cacat, miskin, pengemis atau fakir itu dibebaskan dari Jizyah dan berhak mendapat bantuan dari keuangan Negara Islam.
e. Al–Fa’i
Fa’i merupakan perolehan dari musuh yang kalah sebelum berperang seperti tanah atau upeti atau ganti rugi. Perolehan dari Fa’i diambil oleh Negara Islam berdasarkan QS. Al – Hasyr : 6-7
Artinya : “Dan apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Qs. Al – Hasyr : 6-7)
Dalam Al – Qur’an tersebut Fa ‘i merupakan harta orang kafir yang seakan-akan dikembalikan kepada kaum muslim tanpa peperangan. Fa’i tidak untuk didistribusikan kepada tentara layaknya ghanimah melainkan seluruhnya untuk Allah dan utusan-Nya.
f. Kharaj
Kharaj berarti penerimaan pajak, sewa menyewa hasil produksi, pendapatan, upah yang diterima dari tanah non muslim berdasarkan dari Qs. Al – Hasyr : 7 – 10.
Pajak yang disebut Kharaj ini ditetapkan per unit tanah dalam bentuk uang atau hasi panen.
g. Sumber-sumber lain
Khalifah Umar memberlakukan pajak impor bagi semua barang dagangan yang diimpor ke Negara Islam dengan menetapkan pajak 10% atas barang-barang yang dibawa kedalam Negara Islam.
Selanjutnya adalah pendapatan dari harta wakaf (harta atau tanah yang disumbangkan oleh dermawan kepada Negara Islam).
Selanjutnya adalah sewa Lisensi (harta orang yang murtad yang disita oleh Negara).
Selanjutnya adalah pendapatan dari hutan.
4.1.2 Pengeluaran Negara
Untuk kemudian kita akan berbicara masalah kebijkan fiskal untuk pengelurana dalam ekonomi Islam. Pada zaman datangnya Islam yang digunakan untuk membuat syitem anggaran adalah estimasi penerimaan yang bersumber dari negara apa yang digunakan dengan baik dan hati-hati. Dan didistribusikan ke berbagai sektor pengeluaran.
Dengan kaidah yang sangat sederhana “potonglah mantelmu sesuai dengan ukuran bajumu”. Kaidah ini memiliki arti yang sangat mendalam yaitu pengerluaran ditetapkan menngikuti jumlah penerimaan yang didapat dari pajak dan sumber yang lain. Bedanya dengan penganggaran modern terbalik. Diestimasi terlebih dahulu, baru kemudian dicari jalan untuk menutupinya dengan merekayasa berbagai pajak untuk menyeimbangkan pengeluaran dan penerimaan.
Dalam Islam, system anggaran itu sangat sederhana, mudah, dan logis. “kita potong mantel berdasarkan pakaian yang ada. Mengandung arti setiap yang dikeluarkan tidak boleh melampuai yang di dapat. Pengeluaran mengikuti penerimaan.
Untuk menyeimbangkan atara pengeluaran dan pendapatan tidak harus berhutang atau mencetak uang guna menutupi deficit. Dengan demikian system yang dibawa oleh Islam membawa perlindungan terhadap tendensi bahaya yang melekat pada system anggaran modern, seperti hutang, inflasi, depresi, resesi siklikal.
Islam tidak menyukai orang yang kikir, dan juga mengutuk orang yang berlaku boros sehingga Allah telah menegaskan dalam QS:17:29.
Artinya: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal: (QS:17:29)
Dari ayat teresbut sudah jelas bhawa dalam anggaran pengeluaran seharusnya dianalisis, dipelajari dengan baik.
a. Klasifikasi Pengeluaran:
Sistem penganggaran dalam Islam sangat unik, yaitu pengeluaran haruslan selaras dengan garis penerimaan. Sehingga klasifikasi umum penerimaan dapat disusun seperti ini:
1. Zakat:
2. Ghanimah atau rampasan perang seperti khums, dan fai
3. Penerimaan jizyah, kharaj, pajak impor, serta sumber2 lain
Untuk penetapan sasaran dana zakat seperti tertuang dalam surat cinta_Nya QS:9:60.
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah…(QS: 9:60)
Kalau kita lihat, untuk penerimaan dari zakat ini dikhususkan untuk kesejahteraan pangan, papan, dan kemandirian dalam ekonomi melalui distribusi zakat yang berdaya guna. Yang sasarannya adalah delapan asnaf. Yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, memerdekakan budak (riqab) pembebasan hutan (gharim), jalan Allah, dan para musafir yang memerlukan pertolongan.
Untuk ghanimah sasaranya sudah ada dalam QS:8:41. Dalam ayat tersebut Allah memutuskan bahwa seperlima dari harta rampasan perang itu. Yaitu untuk Allah, Rasul n kerabatnya, anak anak yatim, orang miskin ibnu sabil, sdangkan empatperlimanya dibarikan kepada prajurit yang ikut berperang.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, dan Umar, bagian untuk Rasulullah dan kerabat dan untuk belanja membeli perlengakapan, peralatan perang bagi tentara muslim.
Untuk penerimaan yang ketiga ini kharaj, jizyah, pajak impor dan yang lain menjadi sumber yang besar bagi penerimaan negara, yang dibelanjakan untuk membiayai pertahanan, administrasi, pekerja publik dan semua belanja yang tidak dibiyai oleh dana zakat.
b. Prinsip Pengeluaran
Dalam Islam, ada beberapa kreteria yang harus dilaksanakan dan ditaati yang memiliki keunikan tersendiri. Yang jelas, serta harus sesuai dengan sektor yang akan dibiayai:
1. Kemashlahatan masyarakat menjadi kreteria utama
2. Penduduk mayoritas lebih diprioritaskan daripada penduduk yang minoritas
3. Menghilangkan ksesulitan haruslan lebih diutamakan daripada mendapatkan kemudahan dan kenyamanan
4. Pengorbanan dan kerugian pribadi dapat dibenarkan demi menyelamatkan pengorbanan atau kerugiah public, dan pengorbanan atau kerugian yang lebih besar harus dapat dihindari dengan memberikan pengorbanan atau kerugian yang lebih kecil.
5. Barang siapa yang menerima manfaat harus menanggung biaya.
Kalau penulis amati, prinsip ini mengacu dalam kaidah fiqh yang ditulis oleh Dr. Yusuf Qordawi dalam buku prioritasnya.
“kemashlahatan yang sudah pasti tidak boleh ditinggalkan karna ada kaerusakan yang baru akan diduga.”
Jadi intinya selalu mendahulukan yang menjadi kemashlahatan umat.
4.2 Kebijakan Moneter
Uang memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai aktivitas ekonomi dimana peranan tersebut akan tergambar pada beberapa sebab sebagai berikut
Pertama; karena uang merupakan alat barter, tolak ukur nilai, sarana perlindungan kekayaan dan alat pembayaran hutang dan pembayaran tunai (Dr. Jaribah : Fikh Ekonomi Umar. Hal. 325)
Kedua; hubungan yang kuat antara uang dan berbagai ekonomi yang lain dan pengaruh yang saling berkaitan diantaranya. Sebab kekuatan uang bersandar kekuatan ekonomi, dan ekonomi yang kuat bersandar kepada uang yang kuat. Sesungguhnya konsep ekonomi konfensional menilai uang sebagai alat netral yang tidka mempengaruhi kegiatan ekonomi dan peranan uang hanya terbatas pada pemudahan proses barter antara individu. Tapi kemudian konsep ini sejak abad ke-20 yang lalu mulai meniadakan pendapat tersebut untuk mengakui pengaruh uang terhadap setiap kegiatan perekonomian.
Ketiga; munculnya pengaruh uang dalam kehidupan perekonomian dengan bentuk yang sangat besar yang menyaksikan krisis moneter yang tajam sejak permulaan abad 18. Pada saat itu harga mengalami gejolak besar dari waktu ke watu sehingga kecepatan inflasi yang besar menjadi masalah terbesar yang dihadapi masalah ekonomi dunia sampai sekarang. Ini berarti bahwa problem keuangan merupakan problem ekonomi terbesar yang dihadapi ekonomi kontemporir, yang berkaitan dengan problem kemanusiaan.
Empat; uang merupakan salah satu faktor kekuasaan dan kemandirian ekonomi. Oleh karena itu uang merupakan sasaran terpenting dalam perang ekonomi antar Negara. Apabila ekonomi suatu Negara ingin digoncangkan maka segala rekayasa diarahkan dengan sasaran utama kepada uang Negara tersebut.
Jika urgensi uang seperti itu dan indikasinya di dalam berbagai aspek kehidupan perekonomian sudah semestinya jika perhatian Islam terhadap uang selaras dan sesuai dengan urgensi tersebut.
Tujuan dari kaidah ini untuk mengenali hal terpenting yang terdapat didalam Fikh Ekonomi Umar tentang masalah uang dan penjelasannya yang kali ini akan dikelompokkan dalam dua sub tema yaitu hakikat uang dan manajemen keuangan.
4.2.1 Tujuan Kebijakan Moneter Islam
Kebijakan moneter merupakan proses pengaturan persediaan uang suatu Negara. Otoritas moneter dipegang oleh bang central. Di Indonesia, BI merupakan bank yang mengatur kebijakan moneter.
Sasaran yang ingin dicapai untuk memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Kestabilan nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi untuk mencapai tujuan pembangunan suatu Negara seperti pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi real yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Tujuan kebijakan moneter Islam sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al – An’aam : 152
Artinya : “..... Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil......” (QS. Al – An’aam : 152)
Umer Chapra menegaskan mengenai stabilitas nilai uang, konsep kebijakan moneter dalam perekonomian Islam, kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang,
a. Hakikat Uang
Uang adalah segala sesuatu yang dikenal dan dijadikan alat pembayaran dalam muammalah. Dimana Umar mengatakan “Aku ingin menjadikan dirham dari kulit unta.” Lalu dikatakan kepadanya, “Jika demikian, maka unta akan habis.” Dengan demikian itu Ulil Amri dapat memilih materi apapun yang akan dijadikan uang dan bentuk apapun selama dapat merealisasikan kemaslahatan tidak melanggar hukum syari’ah.
Al-Ghazali berkata tentang emas dan perak, “Diantara nikmat Allah SWT adalah penciptan dirham dan dinar, dan dengan keduanya tegaklah Dunia. Keduanya adalah batu yang tiada manfaat dalam jenisnya, tapi manusia sangat membutuhkan kepada keduanya.
Menurut Al – Maqrizi mengatakan, “Sesungguhnya uang yang menjadi harga barang-barang yang dijual dan nilai pekerjaan adalah hanya emas dan perak saja.”
Secara terminologi uang adalah sebagai tolak ukur nilai dimana Imam Malik berkata, “Jika manusia memperbolehkan diantara mereka kulit menjadi cak dan mata uang, niscaya aku akan memakruhkannya dengan emas dan perak karena adanya kesamaan nilai.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa uang kembali kepada terminologi manusia bahwa sesuatu itu adalah uang, dan ia beragam bentuknya sesuai keragaman tradisi dan adat istiadat manusia; dan beliau menafikan adanya yang pasti dengan hukum syar’i atau hukum alami. Dan beliau pun berkata “Adapun dinar dirham, maka tidak diketahui batasan alami ataupun syar’i padanya bahkan rujukannya adalah kepada Urf dan istilah yang berlaku. Atas dasar ini maka manusia dalam menilai dirham dinar adalah berdasarkan pada tradisi mereka. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa uang itu berarti segala seusatu yang beredar penggunaanya dan terjadi penerimaannya.
b. Manajemen Keuangan
Untuk sub ini kita akan membahas mengenai pengeluaran uang dan perbaikan uang
a. Pengeluaran uang
Alangkah lebih baiknya kita harus mengetahui sistem moneter pada masa jahiliyah dan pada masa kenabian, sehingga kita bisa memiliki konsep tentang sistem moneter selanjutnya supaya lebih jelas berikut ini penjelasan tersebut.
Pertama
Uang pada masa jahiliyah
Bangsa Kuraisy telah memiliki hubungan perdagangan dengan beberapa Negeri Jiran tapi mereka tidak memiliki mata uang sendiri, pada saat itu dinar berasal dari Negeri Romawi dan dirham berasal dari Persia. Al-Balaziri mengatakan “Kaum Kuraisy telah memiliki ukuran uang pada masa jahiliyah dan ketika Islam datang, Islam menetapkan sistem yang telah berlaku ketika itu. Dimana kaum Kuraisy menimbang perak dengan ukuran yang dinamai dirham dan emas dengan ukuran yang disebut dinar. Perbandingan setiap 10 dirham=7 dinar. Ukuran Sya ‘irah dengan senilai 1/60 dirham, aukiyah dengan nilai 40 dirham dan Nawah dengan nilai 5 dirham. Mereka melakukan jual beli dengan tibr sesuai dengan nilai tersebut.
Menurut Jaribah Sistem moneter memiliki 3 unsur pokok yaitu :
Dasar moneter, kesatuan hitungan (kesatuan mata uang) dan sarana-sarana tukar menukar.
Dengan mengaplikasikan hal tersebut kepada interaksi keuangan bagi bangsa Kuraisy, maka nampak sebagai berikut :
1. Bangsa Kuraisy berpedoman pada kaidah dua hasil tambang; emas dan perak
2. Dinar dan dirham merupakan 2 kesatuan uang dalam sistem ini
3. Dalam sistem keuangan bangsa Kuraisy tidak terdapat alat tukar menukar, karena mereka bermuammalah dengan emas dan perak kecuali, jika kita menilai ukuran ayng lain, yakni sya ‘irah, nawa, nasy dan aukiyah sebagai alat barter karena pada kenyataannya ukuran tersebut sebagai alat yang tidak cukup dalam memudahkan alat tukar menukar. berdasarkan hal tersebut sebelum datangnya Islam bangsa Kuraisy telah memiliki sistem keuangan meskipun tidak mengeluarkan mata uang khusus dari mereka bagi mereka tapi sistem mereka berdasarkan dinar dan dirham yang dikeluarkan oleh Persia dan Romawi.
Kedua,Uang pada masa Kenabian
Rasul telah menetapkan sistem moneter yang telah dipergunakan bangsa Kuraisy sebelum datangnya Islam. Hal itu merupakan hal yang mubah dalam syari’ah bahwa manusia boleh membuat terminologi tentang nilai uang dan bentuknya sesuai dengan kondisi zaman.
Hal yang terpenting dalam kaitannya sistem moneter adalah membuat kaidah penetapannya, menjamin keselamatan interaksi keuangan, tidak menyelewengkan dari ketentuan yang telah ditetapkan.
Rasul juga tidak mengeluarkan mata uang bagi kaum muslim sepertinya, bahwa hal itu terkembalikan oleh beberapa sebab berikut :
1. Lemahnya kativitas perekonomian kaum muslimin pada waktu ini
2. Tidak adanya penambag pada saat itu
3. Uang yang bberedar berbentuk uang. (emas dan perak).
4. Berdasrkan hal tersebut bahwa sesungguhnya kebutuha belum mendesak mengeluarkan mata uang kaum muslimin.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa :
1. Ekonomi Islam memiliki sistem yang berbeda dengan ekonomi konvensional dimana ekonomi Islam bergerak berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah yang langsung diturunkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya.
2. Dengan memegang berciri khas kan prinsip ketuhanan dimana Allah adalah Dzat yang maha pemberi, yang meluaskan dan menyempitkan rezeki. Tidak akan habis semua yang ada di Bumi dan di Langit jika Allah berkehendak karena Allahlah pemilik sejati seluruh alam raya ini.
3. Tujuan dari ekonomi Islam yang sesungguhnya adalah untuk mencapai kesejahteraan sejati, kesejahteraan di Dunia dan di Akhirat, menciptakan keadilan sosial di seluruh lapisan masyarakat, melarang menjatuhkan lawan secara tidak baik dengan cara mengutamakan persaudaraan.
4. Dalam ekonomi Islam juga dijelaskan mengenai aktivitas-aktivitas ekonomi seperti konsumsi yaitu kegiatan pembelanjaan kekayaan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara baik, memperhatikan kehalalan suatu barang dari cara mendapatkannya, kehalalan barangnya, dan manfaat dari suatu barang. Juga menjelaskan mengenai proses pembagian kekayaan yang dihasilkan oleh pelaku ekonomi kepada saudara-saudaranya yang membutuhkan secara merata (proses distribusi dalam ekonomi Islam) yang dipaparkan dalam bagian mikro ekonomi Islam.
5. Dalam ekonomi Islam juga membahas mengenai kebijakan-kebijakan seperti kebijakan fiskal yang membahas mengenai bagaimana mendapatkan pemasukan bagi negara secara baik dan sesuai syariat yaitu melalui zakat, ursy, khums, jizyah, fa’i, kharaj dan sumber-sumber lainnya.
6. Kebijakan moneter yang membahas peranan uang dalam aktivitas ekonomi, pengaruh uang dalam berbagai aslpek kehidupan.
B. Rekomendasi
Pemakalah menyadari dalam pembuatan makalah masih banyak kekurangan, oleh karena itu pemakalah menyarankan kepada pembaca untuk lebih menambah wawasan dan pengetahuan tentang pembahasan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Haritsi, J. b. (2003). Fiqh Ekonomi Umar bin Khatab. Jakarta: Khalifa Pustaka Al-Kautsar Grup.
Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah dari teori ke praktek. Jakarta: Gema Insani.
Chapra, M. U. (2001). The Future of Economics an Islamic Perspective. Jakarta: Shari'ah Economics and banking institute SEBI.
Chaudhry, M. S. (2012). Sistem Ekonomi Islam Prinsip dan Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hidayat, M. (2010). An Introduction to the Sharia Economic Pengantar Ekonomi Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.
Karim, A. A. (2008). Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Qardhawy, Y. (1998). Fiqh Prioritas. Jakarta: Rabbani Press.
Bermula dari hobi atau keseukaan sajak membuat bubur pedas dikeringkan dan dimasukan ke dalam toples.dan terpikirkan untuk menjualnya dengan cari dikantongi menggunakan plastik es, dan di jajakkan dari rumah kerumah. Itu han sebagai kerja sampingan , karna ibu Fatimah menjadi karyawan disalah satu rumah makan seafood di siantan, kecamatan Pontianak selatan. Melihat peluang dan minat masyarakat terhadap bubur pedas banyak makan ibu Fatimah berinisiatif untuk membuat usaha. Ibu Fatimah pun mengikuti berbagai macam pelatihan, sehingga ditawarkan incubator bisnis oleh pihak Bank Indonesia. Berbekal ilmu yang didapatnya selama enam bulan maka ibu Fatimah mengaplikasikannya dalam bisnis yang selama ini dia jalankan:
Jenis-jenis produk antara lain:
- Bubur pedas
- Keripik talas, pisang, sukun, dengan berbagai rasa
- Ikan asin tipis, dan teri
dengan Visi dan Misi sebagai berikut.
VISI:
Membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat
Misi:
- Melakukan ekspansi pasar melalui jaringan luar dan dalam negeri
- Tetap menjaga kualitas produk guna menjaga pelanggan
Alasan memilih bisnis ini: bahan baku lebih mudah didapat, menjaga kelestarian makanan khas daerah, dan tidak ada efek pencemaran lingkungan.
Prosepek usaha kedepan bisa lebih maju karna dilihat dari perimntaan pasar, dan menjadi khas oleh oleh Kalimantan barat khususnya kota Pontianak, sehingga tidak menutup kemungkinan bisa ekspor ke Negara tetangga, karna ibu Fatimah juga mempunyai banyak relasi diluar.
B. Latar belakang
1. Data lengkap perusahan (selebihnya terlampir)
- Nama perusahan: Fetty Crab (CV. Rezky Nova Mudah Pontianak)
- Jenis produk:
a. Bubur pedas
b. Keripik pisang, talas, sukun dengan berbagai rasa
c. Sagun telur
d. Stik reko
e. Ikan asin, ikan teri
- Model bisnis yang diterapkan itu adalah Home Industri. Karna produk yang dihasilkan adalah produk yang diolah dirumah pemilik bukan di pabrik
2. Tujuan
Tujuan mendirikan usaha ini adalah:
a. Bisa menerapkap ilmu yang didapat
b. Kesejahteraan ekonomi
c. Membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain.
3. Struktur organisasi dalam perusahaan
a. Fatimah sebagai pemilik
b. Hendi sebagai pelaksana bisnis
Untuk selebihnya belum ada. Karna belum dapat karyawan yang pas.
C. Analii pasar
1. Produk yang dihasilkan berupa antara lain:
a. Bubur pedas
b. Keripik pisang, talas, sukun dengan berbagai macam rasa
c. Sagon telur
d. Stik reko
e. Ikan asing
f. Ikan teri
2. Target pasar yang dituju
Untuk kota Pontianak sendiri, sudah banyak Swalayan atau depertemenstore yang menjadi pelnggan produk ini Fatimah ini antara lain:
- Mitra mart
- Mitra anda
- Kaisar
- Ligo mitra
- Toko buah
- Dan mini market yang ada dipontianak
Untuk hypermart dan carefure sendiri, ibu Fatimah hanya tinggal menunggu izin dari BPOM, dan dari MUI.
3. Analisis SWOT
Kekuatan/ Strengths
1. Lokasi dekat dengan bahan baku.
2. Bahan baku tidak mudah habis
3. Tidak banyak karyawan
4. Mudah pengontrolan5. Kelemahan/ Weaknesses
1. Pembukuan
2. Manajemen
3. Publikasi
4. Belum punya lokasi khusus.
Peluang/ Opportunies
1. Adanya surat izin dinas kesehatan
2. Proses terdaftar di BPOM, MUI
3. Banyak relasi dari incubator bisnis Strategi Streng Opportunies:
1. Karna banyaknya relasi, dan adanya surat ini usaha dari dinas kesehatan sehingga membuka peluang ekspansi bisnis yang lebih baik. Strategi WO:
1.
Ancaman/ Treaths
1. Belom bisa memanfaatkan IT untuk memperluas jaringan pemasaran
2. Persaingan ketat
3. Ada bahan baku yang sifatnya musiman
4. Strategi ST:
Strategi WT:
1.
D. Rencana operasi
1. Pelaksanaan bisnis ini dimulai dengan promosi secara lansung ke orang perorang atau face to face, mengenalkan produknya sehingga sasaran yang dituju tertarik dengan mendengar argument dari pihak pemasar. Begitu juga ketika menawarkan ke swalayan sehingga bisa lolos masuk di swalayan tersebut.
2. Ibu Fatimah mengedepankan inovasi dan kreatifitas. Agar design produknya menarik ibu Fatimah datang kepasar dimana pasar itu terdpaat berbagaimacam jenis alat untuk kripik, dan disesuaikan dengan bentuk yang unik, dan selalu menemukan inovasi untuk bentuk kripiknya.
3. Untuk distribusi ibu Fatimah mengantarkan sendiri barang barang yang akan dimasukkan ke swalayan atau mini market yang akan dituju dengan cara diantar dan dijemput.
4. Untuk menciptakan sebuah produk ibu Fatimah menggunakan alat manual saja. Tidak ada alat pembantu dari tenaga mesin atau teknologi lainnya.
E. Rencana pemasran
Pasaran yang digunakan oleh ibu Fatimah ada dua strategi:
- Pemasaran secara langsung: yaitu dengan mendatangi para pelanggan dan mengantarakan pesanan.
- Pemasaran tidak lansung
F. Rencana SDA dan SDM
1. Tanah merupakan salah satu modal dari suatu produksi, oleh karna itu karna Pontianak selatan, yang menjadi lokasi produksi merupakan lahan pertanian yang subur, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku yang diperlukan. Tidak lagi tergantung pada lokasi lain, dan juga dapat membantu para petani agar tidak bersusah payah menjualnya kepasar, dan mendapatkan harga yang sama dengan harga pasar.
Untuk penempatan karyawan tidaklah begitu sulit, karna karyawan ibu Fatimah ini adalah ibu rumah tangga yang sudah terampil dalam mengolah bahan baku, karna ibu Fatimah seacara langsung memberikan pelatihan otodidak kepada keryawannya.
2. Untuk job description
G. Rencana keuangan
H. Analisis dampak lingkungan.
Ditinjau dari lingkungan yang ada di Jalan Sungai selamat lokasi usaha ini berdiri, merupakan pemukinan padat penduduk. Sejauh usaha ini berjalan, untuk AMDAL tidak ada pencemaran lingkungan, karna tidak ada limbah berbahaya yang dihasilkan. Bahkan limbah yang dihasilkan bisa dijadikan pupuk kompos yang akan memberikan manfaat bagi tanaman. Dan memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat sekitar yang diantaranya:
- Pemanfaatan limbah sebagi kompos
- Adanya lapangan pekerjaan
- Memberikan contoh kepada masyarakat sekitar, bahwa kita tidak hanya menjadi konsumsi bahkan kita bisa menjadi produsen
Risiko yang bisa saja terjadi: persaingan yang ketat, para petani berlomba untuk menanam bahan baku yang disediakan sehingga bisa saja terjadi kecemburuan social.
Solusinya bisa diatasi dengan: perkembangan usaha, dengan demikian terjadinya risiko cemburu social akan terminimalisir, dan juga harus tetap menjaga mutu dan kualitas.
I. Rencana pegembangan usaha
J. Lampiran
Sabtu, 21 September 2013
BUNGA Vs ZAKAT
Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang orang yang melipatgandakan (pahalanya) QS: ar Rum:39
“arti ayat tersebut telah menjadi amat jelas di zaman sekarang ini. Teori ekonomi konvensional mengajarkan bahwa bunga melemahkan investasi dan menyebabkan terjadinya PENGANGGURAN, sehingga menambah penderitaan manusia. Sumber daya fisik dan insani tetap akan menganggur dan tidak dapat dimanfaatkan kerena pembiayaan tidak akan terwujud kecuali dengan tingkat BUNGA tertentu. Oleh karena semua usulan investasi tidak akan seproduktif rencana pelunasannya pada tingkat bunga yang sedang berjalan, maka sumber daya fisik maupun insani tidak dapat pula dimanfaatkans secara produktif. Dengan sendirinya hal ini akan menyebabkan terjadinya penderitaan umat manusia. Namun, di tahun2 terakhir ini utang telah melanda seluruhn dunia. Akibatnya semua pemerintahan henghadapi defisit fiskal yang selanjutkan mengarah pada inflasi, pajak tinggi, pelambatan perdagangan dan kemiskinan manusia secara keseluruhan, saluran lain penderitaan manusia melalui bunga adalah transfer negatif neto (net negatif transfer) sumber dari negeri MISKIN ke negeri KAYA. Itu adalah gejala yang dengan tepat disebut oleh Willy Brandt sebagai “TRANSFUSI DARI SI SAKIT KEPADA SI SEHAT”. Kini sejumlah negara miskin bekerja keras hanya untuk membayar hutang dan bunganya. Pada skala global, aliran kekayaan telah berbelok menjadi dari SI MISKIN kepada SI KAYA.
Apalagi bukti yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa bunga adalah sumber penderitaan manusia??????????????
ARKAM KHAN
Rabu, 22 Mei 2013
BA'I AL SALAM
A. Pengertian Bai’ as-Salam (In-front Payment Sale) Secara etimologi salam berarti salaf (pendahuluan). Dalam pengetian yang sederhana, bai’ as-salam berarti pembelian barang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dibayar dimuka. B. Landasan Syariah Bai’ as-Salam Ibn abbas berkata: “aku bersaksi bahwa salam yang dijamin untuk waktu tertentu benar-benar dihalalkan oleh Allah dan diizinkan.” Kemudian ia membaca QS. Al-Baqarah ayat 282: Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar...” Berdasarkan firman Allah tersebut, maka sebaiknya akad bai’ as-salam dilakukan secara tertulis agar kewajiban serta tanggung jawab satu sama lain dapat diwujudkan dengan baik, tanpa ada perasaan curiga dan ragu. Di samping ayat tersebut terdapat sabda Rasululullah SAW ketika beliau hijrah ke Madinah, dimana pelaksanaan bai’ as-salam telah digunakan oleh masyarakat dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : عن بن عباس رضيي الله عنهما قال قد م النبي صلى الله عليه و سلم المدينة وهم يسلفون بلتمر السنتين والثلاث فقل من أسلف في شييء ففيي كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم (رواه البخاري) Artinya : “Dari Ibn ‘Abbas semoga Allah meridhoi keduanya, Nabi SAW bersabda : Beliau telah datang ke Madinah dan beliau menemui masyarakat yang melakukan jual beli secara salaf (salam) dengan buah-buahan selama dua dan tiga tahun, lalu Rasulullah bersabda : Barang siapa yang melakukan salaf pada sesuatu benda maka hendaklah jual beli itu mengikuti sukatan yang tertentu, timbangan serta masa tertentu.” (HR. Bukhari) Hadits di atas merupakan dalil tentang bolehnya hukum bai’ as-salam. Beliau menjelaskan pelaksanaan bahwa bai’ as-salam antara petani buah-buahan dan pedagang yang masa penyerahannya selama dua tahun. Cara seperti ini diperlukan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada saat itu. Akan tetapi setelah tersebarnya Islam, keperluan terhadap bai’as-salam semakin meluas. Pelaksanaannya tidak hanya terbatas pada pertanian saja, akan tetapi juga telah melibatkan perindustrian dan sebagainya. Waktu penyerahan barang juga dapat dilakukan lebiRh singkat lagi. Sedangkan pada masa Rasulullah SAW masanya dua sampai tiga tahun, maka untuk masa sekarang penghantaran barang dapat saja dilakukan dua atau tiga bulan, bahkan boleh dalam satu hari, kalau memang bisa dilakukan. Dalam hal ini ulama sepakat untuk membolehkannnya, tetapi dengan syarat harus sejalan dengan ketentuan Sunnah. Sedangkan penyerahan barang semestinya dalam bentuk bertangguh pada waktu atau tempo yang telah disepakati, sesuai dengan sifat dan ukuran dari pesanan. Kemudian berkaitan dengan waktu pembayaran, sebagian ulama mengharuskan pada saat akad ditanda tangani atau sebelum berpisah. C. Rukun Bai’ as-Salam Pelaksanaan bai’ as-salam harus memenuhi beberapa rukun berikut ini : 1) Muslam (المسلم) atau pembeli 2) Muslam ilaih (المسلم اليه) atau penjual 3) Modal atau uang 4) Muslam fiihi (المسلم فيه) atau barang 5) Sighat (الصيخة) atau ucapan D. Syarat Bai’ as-Salam Di samping segenap rukun harus terpenuhi, bai’ as-salam juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Dua diantara rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan barang. 1. Modal Transaksi Bai’ as-Salam a) Modal harus diketahui Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai. b) Penerimaan pembayaran salam Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak. Hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam (pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjualan. Lebih khusus lagi, pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari muslam ilaih (penjual). Hal ini dilakukan untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam. 2. Al-Muslam Fiihi (barang) Diantara syarat-syarat yangharus dipenuhi dalam al-muslam fiihi atau barang yang ditransasikan dalam bai’ as-salam adalah sebagai berikut : a) Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang. b) Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut. c) Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari. d) Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan segera. e) Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan barang. f) Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan . jika kedua pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ke tempat menjadi kebiasaan., misalnya gudang si penjual atau bagian pembelian si pembeli. g) Penggantian muslam fiihi dengan barang lain. Para ulama melarang penggantian muslam fiihi dengan barang lainnya. Penukaran atau penggantian barang as-salam ini tidak diperkenankan, karena meskipun belum diserahkan, barang trsebut tidak lagi milik si muslam ilaih, tetapi sudah menjadi milik muslam (fidz-dzimah). Bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya. Hal demikian dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk barang yang sama. E. Salam Paralel Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking & Investment Corporation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktek salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak bergantung pada pelaksanaaan akad salam yang pertama. Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam paralel, terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus. Hal demikian diduga akan menjurus kepada riba. F. Perbedaan Antara Jual Beli Salam dan Jual Beli Biasa Ada beberapa perbedaan antara jual beli salam dan jual beli biasa yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, diantaranya adalah : 1) Harga barang dalam jual beli salam tidak boleh dirubah dan harus diserahkan seluruhnya waktu akad berlangsung. Berbeda dengan jual beli biasa, pembeli boleh saja membeli barang yang ia beli dengan utang penjual pada pembeli. Dalam artian, utang dianggap lunas dan barang diambil oleh pembeli. 2) Harga yang diberikan berbentuk uang tunai, bukan cek mundur. Jika harga yang diserahkan oleh pemesan adalah cek mundur, maka jual beli pesanan batal, karena modal untuk membantu produsen tidak ada. Berbeda dengan jual beli biasa, harga yang diserahkan boleh saja berbentuk cek mundur. 3) Pihak produsen tidak dibenarkan menyatakan bahwa uang pembeli dibayar kemudian, karena jika ini terjadi maka jual beli ini tidak lagi dinamakan jual beli salam. Sedangkan dalam jual beli biasa, pihak produsen boleh berbaik hati untuk menunda penerimaan harga barang ketika barang telah selesai dan diserahkan. 4) Menurut ulama Hanafiyah, modal atau harga beli boleh dijamin oleh seseorang yang hadir pada waktu akad dan penjamin itu bertanggung jawab membayar harga itu ketika itu juga. Akan tetapi, menurut Zufar ibn Huzail, pakar fiqh Hanafi, harga itu tidak boleh dijamin oleh seseorang, karena adanya jaminan ini akan menunda pembayaran harga yang seharusnya dibayar tunai pada waktu akad. Dalam jual beli biasa, persoalan harga yang dijamin oleh seseorang atau dibayar dengan borog (barang jaminan) tidaklah menjadi masalah asal keduanya sepakat. Persoalan lain dalam masalah jual beli pesanan adalah masalah penyerahan barang ketika tenggang waktu yang disepakati jatuh tempo,. Dalam hal ini, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa pihak produsen wajib menyerahkan barang itu jika waktu yang disepakati telah jatuh tempo dan di tempat yang disepakati pula. Akan tetapi, jika barang sudah diterima pemesan dan ternyata ada cacat atau tidak sesuai dengan ciri-ciri yang dipesan, maka dalam kasus seperti ini pihak konsumen boleh menyatakan apakah ia menerima atau tidak, sekalipun dalam jual beli seperti hak khiyar tidak ada. Pihak konsumen boleh meminta ganti rugi atau menuntut produsen untuk memperbaiki barang itu sesuai dengan pesanan. Menurut Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh Islam di Universitas Damaskus, prospek jual beli as-salam di dunia modern ini semakin berkembang, khususnya antar negara, karena dalam proses pembelian barang di luar negeri, melalui import export, biasanya pihak produsen menawarkan barangnya hanya dengan membawa contoh barang yang akan dijual. Kadangkala barang yang dikirim oleh produsen tidak sesuai dengan contoh yang diperlihatkan kepada konsumen. Oleh sebab itu, kaidah-kaidah as-salam (jual beli pesanan) yang disyariatkan Islam amat relevan diterapkan, sehingga perselisihan boleh dihindari sekecil mungkin. G. Aplikasi Dalam Perbankan Bai’ as-Salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung dan cabai. Dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, dilakukanlah akad bai’ as-salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk atau grosir. Inilah yang dalam Islam dikenal sebagai salam paralel. Bai’ as-Salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industri, misalnya produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya, saat nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank mereferensikan penggunaan produk tersebut. Hal itu bahwa bank memesan dari pembuat garmen tersebut dan membayarnya pada waktu pengikatan kontrak. Bank kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen garmen tersebut. Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk tersebut diantar kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai. H. Manfaat Manfaat bai’ as-salam adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada pembeli. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa bai’ as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dibayar dimuka. Selain dipergunakan pada pembiayaan petani bai’ salam juga dapat diaplikasikn pada pembiayaan industri. DAFTAR PUSTAKA Antonio,Muhammad Syafi’i.2001.Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.Jakarta: Tazkia Cendekia. Arifin,Zainul.2002.Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah.Jakarta: AlvaBet. Hultawi,M.Hum.2006.Ekonomi Islam.Jakarta: Ciputat Press. Haroen,Nasrun.2007.Fiqh Mu’amalah.Jakarta: Gaya Media Pratama.
Selasa, 21 Mei 2013
EKONOMI ISLAM SATU-SATUNYA SOLUSI KRISIS EKONOMI GLOBAL
<"Dr. Muhammad Abdul Halim Umar,pakar ekonomi Universitas Al-Azhar
>
Dewasa ini, Barat sedang membahas perlunya berpaling pada ekonomi Islam sebagai alternative dari system ekonomi kapitalis ribawi,“ tegas Dr. Muhammad Abdul Halim Umar, seorang pakar ekonomi Universitas Al-Azhar:
“Sesungguhnya saat ini Barat tengah berada dalam kondisi yang sangat dilematis dan sedang mencari jalan keluar yang aman. Para pakar ekonomi di sana menyarankan untuk berpaling pada ekonomi Islam dan menjauhi praktik ribawi dan spekulasi. Karena, praktik tersebut satu-satunya penyebab di balik meletusnya krisis ekonomi global akhir-akhir ini yang meruntuhkan sejumlah Bank besar dunia, terutama Bank Amerika Leman Bradz, bank terbesar keempat di dunia“, papar penasehat Kelompok Ekonomi Islam Shâlih Kâmil.
Dan pada saat ini Barat sedang mencoba berpaling kepada ekonomi Islam sebagai usaha untuk keluar dari krisis ekonomi yang cukup ‘menggilas’. Anda perlu tahu, para pakar ekonomi kapitalis telah mengakui bahwa seharusnya kapitalisme diatur dengan benteng (siyâj) moral dan campur tangan pemerintah. Benteng tersebut tiada lain ekonomi Islam Islam itu sendiri. Seperti diketahui, sistem ekonomi Islam mengharamkan berbagai praktik yang merugikan perekonomian dalam bentuk yang umum, seperti menipu, berspekulasi, dan interaksi yang sarat riba.
Bunga yang diperoleh dari praktik ekonomi ribawi terus bertambah dalam bentuk sirkulasi (hutang) dan tanpa terkandung rasa kasih sayang terhadap para muwarridin. Sikap tersebut menyebabkan rusaknya sirkulasi ekonomi, karena bisa jadi saat jatuh tempo pembayaran, peminjam belum mampu melunasinya. Akibatnya, pemberi hutang terpaksa memperkarakannya. Dengan demikian, proses jual beli terhenti. Inilah hal yang merugikan proses perdagangan secara umum di antara keduanya.
Bagi Barat Ekonomi Islam memang merupakan bentuk transformasi pemikiran. Namun kondisi tersebut menuntut mereka melakukannya. Mereka sekarang telah mengetahui sejauhmana urgensi agama Islam. Padahal, dahulu mereka menyatakan bahwa antara ekonomi dan agama tiada kaitannya sedikitpun, dan tidak terdapat pondasi dan aturan agama yang berhak mengatur ekonomi. Barat hanya berkonsentrasi pada ekonomi yang bersifat uang (aliqtishâd al-mâlî), bukan ekonomi yang sebenarnya, dimana ekonomi yang sebenarnya bersifat membangun dan memajukan negara. Tentu saja, ekonomi yang hanya bersifat uang ini sepenuhnya ditolak oleh Islam. Islam memberikan syarat, bahwa dalam setiap mobilitas keuangan harta, mesti dibayar (berbanding lurus) dengan jasa (khidmah) yang nyata. Sedangkan, Dunia Barat hanya memfokuskan dan memperluas mobilitas keuangan saja, tanpa ada pelayanan dan perpindahan komoditi nyata. Oleh karena itu, system kapitalis adalah sistem ekonomi hutang (iqtishâd madîn), sebab setiap orang yang terlibat di sana dianggap menanam hutang.
Ada terdapat sejumlah pakar kapitalis yang telah menyarankan pentingnya melirik dan berpaling pada ekonomi Islam. Saya pernah membaca sebuah artikel Rolan Laskin, pemimpin redaksi majalah Le` Journal de` Finance Perancis. Dia menyatakan, telah tiba saatnya wall street (maksudnya pasar uang) menyandarkan aktifitasnya pada syariat Islam dalam aspek keuangan dan ekonomi, untuk meletakkan penangkal krisis yang cukup menggoncangkan pasar uang dunia akibat proses permainan sistem interaksi keuangan dan spekulasi keuangan yang melampaui batas dan tidak syar’i.
Dalam artikel yang lain, saya pernah membaca tulisan Bovis Fansun, pemimpin redaksi Majalah Challenge. Disebutkan, semestinya kita membaca Al-Quran, menghayati kandungan ayat per-ayat, supaya kita dapat keluar dari krisis ekonomi ini dan menerapkan sejumlah prinsip hukum Islam, terutama aspek ekonomi. Sebab, seandainya para Bankir menjunjung tinggi sejumlah ajaran dah hukum di dalam Al-Quran, lalu mengaplikasikannya, dipastikan kita akan memperoleh solusi atas sejumlah krisis dan kita akan sampai pada kondisi al-wadh’ al-muzrî. Kita tahu, bahwa uang tidak akan ‘melahirkan’ uang.
Di media lain, saya pernah membaca tulisan Maurice Ali, peraih penghargaan Nobel bidang ekonomi dalam bukunya yang ditulis beberapa tahun yang lalu, ia membidik persoalan krisis ekonomi yang kemungkinan akan dihadapi dunia, yang saat ini ternyata krisis tersebut dialami.
Ia menyodorkan sejumlah perbaikan yang seluruh konsepnya diambil dari sumber syariat Islam. Untuk keluar dari krisis dan mengembalikan kestabilan ekonomi, ia menyarankan dua syarat, pertama, modifikasi (perubahan) nilai rata-rata bunga sampai titik nol; kedua, merevisi nilai rata-rata pajak sampai nilai minimal 2 %. Anda perhatikan, ternyata kedua syarat tersebut sepenuhnya sesuai dengan aturan Islam, yaitu sebagai upaya menghilangkan riba, danukuran zakat yang telah ditetapkan oleh aturan Islam.
Pertama, sebelum diadopsi oleh Barat, terlebih dahulu aplikasikan syariat Islam di negara masing-masing. Karena, Barat tidak mengetahui ekonomi Islam, tapi mereka ingin mempelajarinya. Upaya mereka mempelajari ekonomi Islam tidak akan tercapai dengan baik, kecuali jika sistem tersebut diaplikasikan terlebih dahulu di negara-negara Islam.
Barat telah mencanangkan setidaknya 3 skenario untuk mengakhiri krisis ekonomi global saat ini, pertama, disebutkan bahwa krisis akan segera pulih dalam enam bulan ke depan; kedua, krisis segera pulih satu tahun ke depan; ketiga, diperkirakan hingga dua tahun ke depan. Ada pula yang berpendapat,bahwa krisis tidak akan pernah berakhir selama Barat tidak berpaling pada sistem ekonomi Islam. Dengan demikian, agar krisis pulih dengan segera, seharusnya Barat berpaling pada ekonomi Islam dan bersandar pada ekonomi yang menganut aturan, dasar, dan undang-undangan ekonomi yang bebas riba dan spekulasi (mudhârabah) keuangan. Karena saat ini telah terungkap, bahwa ekonomi tersebut (riba dan spekulatif) menimbulkan banyak merusak ekonomi internasional.
Itulah, hal yang penting yang harus kita jadikan acuan bagi kita umat Islam untuk tetap optimis dalam pempelajari Ekonomi Islam.
www.sabili.co.id atau www.cybersabili.com(al-furqonhttp://www.islammemo.cc/)
Dewasa ini, Barat sedang membahas perlunya berpaling pada ekonomi Islam sebagai alternative dari system ekonomi kapitalis ribawi,“ tegas Dr. Muhammad Abdul Halim Umar, seorang pakar ekonomi Universitas Al-Azhar:
“Sesungguhnya saat ini Barat tengah berada dalam kondisi yang sangat dilematis dan sedang mencari jalan keluar yang aman. Para pakar ekonomi di sana menyarankan untuk berpaling pada ekonomi Islam dan menjauhi praktik ribawi dan spekulasi. Karena, praktik tersebut satu-satunya penyebab di balik meletusnya krisis ekonomi global akhir-akhir ini yang meruntuhkan sejumlah Bank besar dunia, terutama Bank Amerika Leman Bradz, bank terbesar keempat di dunia“, papar penasehat Kelompok Ekonomi Islam Shâlih Kâmil.
Dan pada saat ini Barat sedang mencoba berpaling kepada ekonomi Islam sebagai usaha untuk keluar dari krisis ekonomi yang cukup ‘menggilas’. Anda perlu tahu, para pakar ekonomi kapitalis telah mengakui bahwa seharusnya kapitalisme diatur dengan benteng (siyâj) moral dan campur tangan pemerintah. Benteng tersebut tiada lain ekonomi Islam Islam itu sendiri. Seperti diketahui, sistem ekonomi Islam mengharamkan berbagai praktik yang merugikan perekonomian dalam bentuk yang umum, seperti menipu, berspekulasi, dan interaksi yang sarat riba.
Bunga yang diperoleh dari praktik ekonomi ribawi terus bertambah dalam bentuk sirkulasi (hutang) dan tanpa terkandung rasa kasih sayang terhadap para muwarridin. Sikap tersebut menyebabkan rusaknya sirkulasi ekonomi, karena bisa jadi saat jatuh tempo pembayaran, peminjam belum mampu melunasinya. Akibatnya, pemberi hutang terpaksa memperkarakannya. Dengan demikian, proses jual beli terhenti. Inilah hal yang merugikan proses perdagangan secara umum di antara keduanya.
Bagi Barat Ekonomi Islam memang merupakan bentuk transformasi pemikiran. Namun kondisi tersebut menuntut mereka melakukannya. Mereka sekarang telah mengetahui sejauhmana urgensi agama Islam. Padahal, dahulu mereka menyatakan bahwa antara ekonomi dan agama tiada kaitannya sedikitpun, dan tidak terdapat pondasi dan aturan agama yang berhak mengatur ekonomi. Barat hanya berkonsentrasi pada ekonomi yang bersifat uang (aliqtishâd al-mâlî), bukan ekonomi yang sebenarnya, dimana ekonomi yang sebenarnya bersifat membangun dan memajukan negara. Tentu saja, ekonomi yang hanya bersifat uang ini sepenuhnya ditolak oleh Islam. Islam memberikan syarat, bahwa dalam setiap mobilitas keuangan harta, mesti dibayar (berbanding lurus) dengan jasa (khidmah) yang nyata. Sedangkan, Dunia Barat hanya memfokuskan dan memperluas mobilitas keuangan saja, tanpa ada pelayanan dan perpindahan komoditi nyata. Oleh karena itu, system kapitalis adalah sistem ekonomi hutang (iqtishâd madîn), sebab setiap orang yang terlibat di sana dianggap menanam hutang.
Ada terdapat sejumlah pakar kapitalis yang telah menyarankan pentingnya melirik dan berpaling pada ekonomi Islam. Saya pernah membaca sebuah artikel Rolan Laskin, pemimpin redaksi majalah Le` Journal de` Finance Perancis. Dia menyatakan, telah tiba saatnya wall street (maksudnya pasar uang) menyandarkan aktifitasnya pada syariat Islam dalam aspek keuangan dan ekonomi, untuk meletakkan penangkal krisis yang cukup menggoncangkan pasar uang dunia akibat proses permainan sistem interaksi keuangan dan spekulasi keuangan yang melampaui batas dan tidak syar’i.
Dalam artikel yang lain, saya pernah membaca tulisan Bovis Fansun, pemimpin redaksi Majalah Challenge. Disebutkan, semestinya kita membaca Al-Quran, menghayati kandungan ayat per-ayat, supaya kita dapat keluar dari krisis ekonomi ini dan menerapkan sejumlah prinsip hukum Islam, terutama aspek ekonomi. Sebab, seandainya para Bankir menjunjung tinggi sejumlah ajaran dah hukum di dalam Al-Quran, lalu mengaplikasikannya, dipastikan kita akan memperoleh solusi atas sejumlah krisis dan kita akan sampai pada kondisi al-wadh’ al-muzrî. Kita tahu, bahwa uang tidak akan ‘melahirkan’ uang.
Di media lain, saya pernah membaca tulisan Maurice Ali, peraih penghargaan Nobel bidang ekonomi dalam bukunya yang ditulis beberapa tahun yang lalu, ia membidik persoalan krisis ekonomi yang kemungkinan akan dihadapi dunia, yang saat ini ternyata krisis tersebut dialami.
Ia menyodorkan sejumlah perbaikan yang seluruh konsepnya diambil dari sumber syariat Islam. Untuk keluar dari krisis dan mengembalikan kestabilan ekonomi, ia menyarankan dua syarat, pertama, modifikasi (perubahan) nilai rata-rata bunga sampai titik nol; kedua, merevisi nilai rata-rata pajak sampai nilai minimal 2 %. Anda perhatikan, ternyata kedua syarat tersebut sepenuhnya sesuai dengan aturan Islam, yaitu sebagai upaya menghilangkan riba, danukuran zakat yang telah ditetapkan oleh aturan Islam.
Pertama, sebelum diadopsi oleh Barat, terlebih dahulu aplikasikan syariat Islam di negara masing-masing. Karena, Barat tidak mengetahui ekonomi Islam, tapi mereka ingin mempelajarinya. Upaya mereka mempelajari ekonomi Islam tidak akan tercapai dengan baik, kecuali jika sistem tersebut diaplikasikan terlebih dahulu di negara-negara Islam.
Barat telah mencanangkan setidaknya 3 skenario untuk mengakhiri krisis ekonomi global saat ini, pertama, disebutkan bahwa krisis akan segera pulih dalam enam bulan ke depan; kedua, krisis segera pulih satu tahun ke depan; ketiga, diperkirakan hingga dua tahun ke depan. Ada pula yang berpendapat,bahwa krisis tidak akan pernah berakhir selama Barat tidak berpaling pada sistem ekonomi Islam. Dengan demikian, agar krisis pulih dengan segera, seharusnya Barat berpaling pada ekonomi Islam dan bersandar pada ekonomi yang menganut aturan, dasar, dan undang-undangan ekonomi yang bebas riba dan spekulasi (mudhârabah) keuangan. Karena saat ini telah terungkap, bahwa ekonomi tersebut (riba dan spekulatif) menimbulkan banyak merusak ekonomi internasional.
Itulah, hal yang penting yang harus kita jadikan acuan bagi kita umat Islam untuk tetap optimis dalam pempelajari Ekonomi Islam.
www.sabili.co.id atau www.cybersabili.com(al-furqonhttp://www.islammemo.cc/)
Label:
EKONOMI ISLAM
Lokasi:
indonesia
Jumat, 17 Mei 2013
REALITA KEMISKINAN
Langganan:
Postingan (Atom)